REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Koperasi di Sumatra Barat ditengarai masih belum memahami pentingnya peraturan khusus (persus) untuk melandasi segala kebijakan yang bisa mempengaruhi anggota.
"Segala kebijakan yang berefek kepada anggota, harus dilandasi dengan persus. Itu untuk mengikat anggota agar mengikuti kebijakan yang dibuat," kata Kepala Bidang Pengawasan dan Pemeriksaan Koperasi Dinas Koperasi dan UKM Sumbar, Junaidi di Padang, Ahad (12/8).
Menurutnya baru sebagian koperasi di Sumbar yang telah membentuk persus untuk kepentingan koperasinya. Sebagian lagi belum pernah membuat aturan tersebut.
Persus menurutnya berperan sebagai pedoman administrasi apabila terjadi hal-hal yang ternyata membuat koperasi merugi. Karena itu, pembentukannya merupakan hasil kesepakatan bersama antara anggota dan pengurus.
"Setelah kita pantau, ada beberapa persoalan terkait persus ini. Ada yang belum pernah membuat. Ada yang membuat tetapi tidak memahami cara dan prosesnya hingga produk hukum yang dibuat menjadi cacat," ujarnya.
Junaidi mengatakan pihaknya sudah menyampaikan hasil pantauan itu kepada koperasi dan sebagian besar sudah ditindaklanjuti.
Persoalan lain menurutnya adalah AD/ART yang belum diperbaharui sejak pertama koperasi didirikan, padahal telah terjadi banyak perubahan, salah satunya dalam besaran simpanan pokok dan wajib.
Buku inventaris dan administrasi lainnya yang masih lemah juga menjadi temuan di lapangan dan telah disampaikan langsung kepada koperasi bersangkutan.
"Sekarang koperasi yang aktif, sudah semakin baik dalam pengelolaannya," ujar dia.
Data Dinas Koperasi dan UKM Sumbar, hingga Maret 2019, jumlah koperasi yang aktif di Sumbar sebanyak 3.626 unit atau bertambah 75 unit dari tahun sebelumnya. Namun, dari Maret hingga Desember 2019, jumlah penambahan belum terpantau.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Sumbar Zirma Yusri mengatakan hal itu karena sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission), maka pengesahan koperasi diatur dalam peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Pelaksanaannya dilakukan secara online atau daring di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum UmumKementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.