REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Kabupaten Garut menilai perkembangan industri kopi di Kabupaten Garut melesat sejak dua tahun terkahir. Permintaan kopi dari berbagai wilayah terus meningkat. Sementara di Garut sendiri, kafe dan kedai kopi terus bermunculan.
Ketua DPC Apeki Kabupaten Garut, Sofyan Hamidian mengatakan, potensi kopi di Kabupaten Garut masih sangat tinggi. Dari sekitar 6.000 hektare lahan kopi, saat ini baru 2.100 hektare lahan yang aktif produksi. Dalam satu tahun, sekitar 750 ton kopi dihasilkan dari 2.100 hektare lahan itu.
"Ada yang dijual langsung ekspor, ada juga yang untuk memenuhi pasar nasional dan regional," kata dia kepada Republika.co.id dalam Festival Kopi Garut yang digelar di halaman Pendopo Kabupaten Garut, Sabtu (7/12).
Ia menyebutkan, ekspor kopi dari Garut dilakukan sejak dua tahun terakhir. Negara yang menjadi tujuan ekspor di antaranya Taiwan, China, dan Korea.
Kendati demikian, belum semua petani mampu melakukan ekspor. Pasalnya, ekspor hanya dilakukan untuk kopi dalam bentuk biji atau green bean. Sementara, umumnya para petani hanya dapat mengolah kopi sampai menjadi ceri.
Sofyan mengatakan, baru sekitar 20 persen dari 146 kelompok petani kopi di Garut yang dapat mengolah kopi hingga menjadi green bean. Sementara sisanya, hanya menjual ceri kopi.
Padahal, lanjut dia, harga jual kopi dalam bentuk ceri dan green bean sangat jauh berbeda. Ia mencontohkan, 1 kilogram ceri hanya dihargai antara Rp 7.000-8.000. Sementara harga green bean berkisar antara Rp 75-80 ribu per kilogram.
"Artinya bantuan dari pemerintah masih kurang. Contoh petani untuk meningkatkan pendapatannya masih kurang. Seandainya pemerintah memberi bantuan modal untuk alat, nilai tambah kopi akan lebih tinggi," kata dia.
Selain itu, Sofyan menambahkan, masih banyak petani yang belum mengerti cara mengolah kopi yang baik dan benar. Padahal, untuk menghasilkan kopi dengan kualitas tinggi, terdapat standar mulai dari cara tanam, petik, hingga pengolahannya. Sementara, lanjut dia, pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah masih terbatas anggaran.
Kendati demikian, saat ini mulai ada perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut untuk lebih mempromosikan kopi dari wilayah itu. Salah satunya dengan mengadakan Festival Kopi Garut untuk pertama kali.
Menurut dia, keberlangsungan festival kopi cukup penting untuk mempertemukan petani dengan pembeli. Selain itu, festival juga penting untuk memasyarakatkan kopi Garut.
"Jadi masyarakat tahu bahwa kita (Garut) punya kopi," kata dia.
Sofyan mengakui, selama ini kopi dari Kabupaten Garut memang selalu kalah bersaing dengan kopi dari daerah lain, seperti kopi gayo. Salah satu alasannya, kopi Garut belum memiliki identitas.
"Mangkanya dalam acara ini juga dilakukan launching logo kopi Garut. Agar masyarakat aware kalau garut punya kopi. Kita harap, kopi Garut semakin dikenal, sehingga semakin banyak dikonsumsi," kata dia.
Bupati Garut Rudy Gunawan mengatakan, penyelenggaraan Festival Kopi Garut merupakan upaya Pemkab Garut untuk mengenalkan kopi ke masyarakat. Dalam festival itu, lanjut dia, pihaknya juga mengundang buyer (pembeli) dari Jakarta. Dengan begitu, ia berharap, akan terjadi interaksi bisnis antara petani dan pembeli.
"Kita harap dapat menciptakan jaringan budidaya kopi dengan kalangan induatri. Sehingga kopi juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Ia mengatakan, Pemkab Garut akan terus mendukung dan memromosikan kopi dari Kabupaten Garut. Dalam waktu dekat, Pemkab Garut juga berencana memamerkan kopi unggulannya dalam pameran yang akan dilaksanakan di Dubai.
"Pemda Garut diundang pameran di Dubai pada 2020. Kita akan bawa kopi dalam kegiatan itu, dan menjadikannya sebagai salah satu produk unggulan," kata dia.
Ia menambahkan, Pemkab Garut juga siap memberikan dukungan untuk para petani. Sehingga, ke depannya para petani kopi tidak hanya mampu menjual ceri, tapi juga mengolah hingga menjadi green bean atau bahkan memiliki kemasan sendiri. Dengan begitu, nilai tambah yang didapatkan petani kopi semakin tinggi.
Pameran sepi
Berdasarkan pantauan Republika.co.id, pelaksanaan Festival Kopi Garut jauh dari kata meriah. Saat pembukaan yang dilakukan pada Sabtu (7/12) sore, suasana hujan membuat pelaksaan kegiatan itu cenderung sepi pengunjung.
Salah satu pengunjung yang datang, Arul (30 tahun) mengaku tak tahu-menahu diadakannya Festival Kopi Garut. Ia datang hanya karena melihat suasana ramai di halaman Pendopo Kabupaten Garut.
"Pas masuk, tahunya ada festival. Sayang kurang ramai, soalnya sepi promosinya," kata dia.
Meski begitu, menurut dia, pelaksanaan festival itu secara umum menarik. Apalagi, beberapa stan menyediakan kopi gratis untuk pengunjung yang datang. Selian itu juga ada hiburan musik di panggung. Sayang, tak banyak orang yang tahu acara tersebut.
Salah satu pengunjung lainnya, Upey (35) mengatakan, Festival Kopi Garut cenderung eksklusif. Lokasi yang terletak di halaman Pendopo Garut membuat masyarakat umum segan untuk memasukinya.
Ia menambahkan, promosi kegatan itu juga sangat minim. "Tadi saya lihat stan sepertinya yang datang hanya yang kenal-kenal saja," kata lelaki yang datang karena diajak temannya itu.
Menurut dia, seharusnya promosi kegiatan Festival Kopi Garut bisa lebih meriah. Dengan begitu, masyarakat umum tahu akan kegiatan itu, sehingga kopi dari Garut bisa semakin dikenal luas.
Dalam festival itu setidaknya terdapat 22 stan kopi yang mewakili masing-masing kecamatan yang memiliki lahan kopi di Kabupaten Garut. Selain itu, terdapat juga kuliner lainnya seperti bakso aci, berbagai produk teh, dan lainnya. Festival itu berlangsung selama dua hari, 7-8 Deseber 2019.