REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Umum Ikatan Cendikiwan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai belakangan ini penggunaan kata radikalisme sudah terlalu melebar kemana-mana. Sehingga pemberantasan radikalisme yang digaungkan pemerintah menjadi tidak produktif.
Bahkan suara-suara dari bawah menurut Jimly sudah banyak yang mulai was-was karena kata radikalisme rentan digunakan buat antipati dan permusuhan terhadap kelompok yang berbeda.
"Pemerintah harus mendengarkan suara-suara yang luas dari bawah. Jangan hanya memandang dari langit. Ini istilah radikalisme sudah terlalu melebar kemana-mana," kata Jimly kepada Republika di Auditorium Universitas Negeri Padang, Jumat (6/12) malam.
Jimly menyayangkan radikalisme yang dipahami dan dipersepsikan akhir-akhir ini hanya tertuju kepada umat Islam. Harusnya menurut Senator DKI Jakarta itu radikalisme jangan hanya dituduhkan kepada umat Islam. Sebab radikalisme bersembunyi di balik agama mana saja.
Agar penggunaan kata radikalisme ini tidak menjurus kepada pembelahan umat beragama, Jimly menyarankan supaya pemerintah jangan terlalu cepat menuduh. Sebab sikap seperti itu menurut Jimly tidak akan merukunkan kehidupan berbangsa.
Jimly mencontohkan beberapa orang atau kelompok tertentu punya cara pandang berbeda dalam beragama. Misalnya dengan mengekspresikan beragama dengan menggunakan celana cingkrang atau menggunakan cadar. Atau di agama lain dicontohkan Jimly ada yang tak mau hormat bendera karena dianggap menyembah suatu hal yang bukan tuhannya. Harusnya dalam menangani hal seperti ini kata Jimly harus bijak dan mengedepankan persuasif.
"Jadi jangan tiba-tiba langsung melarang atau menyalahkan. Diberi persuasi, disadarkan," ucap Jimly.