Jumat 06 Dec 2019 11:52 WIB

Siswa Waswas Belajar, Takut Atap Kelas Ambruk

Hampir seluruh ruang kelas di SDN Sirnasari tak ada yang aman.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Esthi Maharani
Para siswa belajar di ruangan kelas yang disanggah tiang kayu agar tidak roboh, Kamis (5/12). Tiang kayu itu digunakan sebagai penyangga salah satu ruang kelas di SDN Sirnasari, Desa Sirnasari, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, sudah dilakukan sejak tiga tahun terakhir.
Foto: Republika/Bayu Adji P
Para siswa belajar di ruangan kelas yang disanggah tiang kayu agar tidak roboh, Kamis (5/12). Tiang kayu itu digunakan sebagai penyangga salah satu ruang kelas di SDN Sirnasari, Desa Sirnasari, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, sudah dilakukan sejak tiga tahun terakhir.

REPUBLIKA.CO.ID, Suasana belajar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sirnasari, Kampung Rancapendeuy, Desa Sirnasari, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, sekilas nampak biasa, saat Republika berkunjung ke sekolah itu, Kamis (5/12). Dilihat dari depan gerbang, kondisi sekolah sepintas baik-baik saja. Namun ketika diperhatikan lebih detil, bangunan sekolah terlihat memprihatikan. Kayu-kayu pintu dan jendela lapuk. Sebagian dinding mengelupas. Atap ruang kelas pun banyak yang berlubang.

Kondisi yang lebih memrihatinkan terlihat di ruang kelas IV. Atap ruangan itu mesti disanggah dengan tiang kayu agar tetap berdiri tegak. Setidaknya terdapat lima tiang kayu di ruang kelas itu. Sementara 17 siswa tetap belajar, mengikuti instruksi gurunya yang pagi itu sedang menerangkan pelajaran matematika.

Kursi dan meja tempat mereka menulis tak tersusun layaknya kelas pada umumnya. Kursi dan meja dibuat mengelilingi ruang kelas, seolah menghindari bagian tengah. Dalam teori kebencanaan, ketika terjadi guncangan atau gempa di dalam ruangan, manusia memang harus menghindari bagian tengah ruangan yang berpotensi ambruk lebih dulu. Bagian pinggir atau pojok dinilai lebih kuat jika ruangan roboh.

Salah satu siswa kelas IV, Badruttamam (9 tahun) mengaku waswas ketika sudah masuk kelas. Bukan tanpa sebab, bayangannya pada tiang yang menyangga di tengah kelas membuatnya berpikiran ruangan tempatnya menuntut ilmu akan roboh sewaktu-waktu.

"Lumayan takut. Takut roboh. Sudah lama seperti ini, dari tahun kemarin," kata dia kepada Republika.

Bukan hanya itu masalah yang dihadapi Badruttamam dan teman sekelasnya ketika belajar. Saat hujan, mereka harus rela pindah ruangan bercampur dengan kelas lain, karena ruang kelas yang mereka tempati selalu meneteskan air ketika hujan.

Ia berharap, pemerintah mau membenahi sekolahnya, memperbaiki ruang kelasnya yang kini mesti disanggah dengan tiang kayu. "Maunya dibenerin biar bagus. Aku mau tetap di sini, tapi dibenerin biar tidak nimpah kalau roboh," kata dia.

Wali kelas IV SDN Sirnasari, Sovie Fauzi Syarif mengatakan, sudah sejak tiga tahun terakhir atap ruang kelas itu disanggah menggunakan kayu. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi ruangan kelas roboh karena kayu-kayu di atap plafon sudah lapuk.

"Awalnya itu banyak tembok yang jatuh. Sama penjaga sekolah dibenerin, ternyata kayu di dalam plafon sudah merunduk. Jadi disanggah dengan kayu supaya tidak roboh atapnya," kata dia.

Dengan adanya kayu penyanggah di tengah ruang kelas, menurut dia, proses kegiatan belajar mengajar (KBM) sedikit terganggu. Para siswa terpaksa belajar dengan kondisi tak nyaman. Ia mengatakan, para siswa waswas takut atap kelas mereka jatuh.

Tiga bulan lalu, peristiwa itu terjadi. Ketika proses KBM sedang berjalan, tanpa ada aba-aba, sebagian atap kelas tiba-tiba ambruk. Beruntung ambrukan itu tak menimpa siswa yang sedang belajar. Bekas jatuhnya atap tersebut masih ada, berupa lubang mengaga di langit-langit kelas sekitar 50x100 sentimeter.

Bukan hanya tiang penyangga yang menggangu KBM. Ketika hujan tiba, atap kelas selalu bocor. Alhasil, ruang kelas menjadi becek. "Kita pindah ke kelas lain juga bocor. Tapi meski begitu, mau tak mau daripada (di sini) ambruk," kata dia.

Sovie mengatakan, hampir seluruh ruang kelas di SDN Sirnasari tak ada yang aman. Di kelas lain, atap ruangan juga bocor, dan jendela tak lagi memiliki kaca.

Menurut dia, pihak sekolah sudah beberapa kali mengusulkan perbaikan melalui data pokok pendidikan (Dapodik). Namun hingga saat ini, belum ada realisasi yang dilakukan. Sementara, para siswa harus terus belajar dengan dihantui rasa waswas. Bukan hanya siswa, guru yang mengajar dan orang tua siswa pun merasa tak tenang. Apalagi ketika turun hujan.

"Mau dipindah juga tidak ada tempat lagi. Kalaupun mau dibagi pagi-siang, siswa tidak akan kondusif karena pukul 13.00 WIB anak-anak sekolah diniyah di kampung masing-masing," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement