REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presidium Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) menemui Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin, Kamis (5/12). Dalam pertemuan tersebut, Mer-C melaporkan pembangunan RS Indonesia di wilayah Rakhine State, Myanmar yang telah selesai dibangun.
Kepala Presidium Mer-C dr. Sarbini Abdul Murad juga meminta kesediaan Wapres Ma'ruf untuk meresmikan rumah sakit tersebut.
"Kami barusan bertemu dengan bapak wakil presiden, kami melaporkan bahwa RS Indonesia di Myanmar telah selesai pada tahap fisik, kita juga minta Pak Wapres agar bisa meresmikan rumah sakit itu," ujar Sarbini saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (5/12).
Sarbini juga menceritakan keseluruhan proses pembangunan RS yang merupakan simbol kebhinekaan antara umat muslim dan Budha di wilayah tersebut. Menurutnya, sejak awal pembangunan, RS Indonesia di Myanmar itu diharapkan menggugah masyarakat Myanmar agar bisa berdampingan tanpa membedakan status agama.
"Pak wapres apresiasi atas kerja kami ini dan menyatakan bahwa RS ini adalah simbol kebhinekaan. Kita ingin perkenalkan pada publik myanmar, bahwa Indonesia muslim dengan Budha bisa bekerjasama membangun rumah sakit," ujar Sarbini.
Apalagi, Sarbini mengungkap, pembangunan RS sakit yang diprakarsai oleh tiga komunitas yakni MER-C, Walubi dan PMI itu dibangun oleh para pekerja muslim dan Budha di Myanmar. Menurutnya, ini berarti baik Muslim maupun Budha di Myanmar sebenarnya bisa hidup secara berdampingan.
"Jadi temen-temen ini merekrut tukang-tukang dari sana dari dua komunitas Muslim dengan Budha, sehingga sejak awal kita coba untuk mereka bisa berinteraksi untuk membangun RS, jadi dananya ini adalah kombinasi muslim dengan Budha, pekerjaan pun juga," ujarnya.
Sarbini mengungkap, RS yang dibangun dengan luas 2300 meter dan tanah 4000 meter itu rencananya baru bisa diresmikan pada Januari-Februari 2020 mendatang. Menurutnya, peresmian akan dilakukan setelah penyediaan alat-alat kesehatan selesai.
Menurutnya, setelah peresmian, seluruh operasi dan manajemen akan diserahkan kepada otoritas di Rakhine State, Myanmar.
Begitu juga untuk tenaga medis sendiri, akan diisi oleh tenaga-tenaga dari Myanmar. Namun, Indonesia rencananya akan memberi pelatihan kepada dokter maupun tenaga medis di Myanmar terlebih dahulu, sebelum bertugas di RS tersebut.
Dua rumah sakit yang akan memberi pelatihan dokter maupun tenaga medis antara lain RS Polri dan RSPAD Gatot Gubroto.
"Jadi mereka bisa melihat dokter polri atau RSPAD bekerja secara profesional tidak membedaka-bedakan status atau agama, jadi ini sebagai pembelajaran dokter-dokter Myanmar, ketika mereka pulang kesana agar tidak mengobati secara diskriminasi, tapi bener-bener profesional," ujarnya.
Sementara untuk fasilitas. Sarbina memastikan RS Indonesia di Rakhine State memiliki fasilitas sesuai standar RS pada umumnya. Rencananya, akan ada 32 tempat tidur di RS tersebut.
"Nanti dipisahin male dan female tapi nggak dipisahin lagi ini Budha ini Muslim, kita coba rombak, campur," ujarnya.
Pembangunan RS Indonesia di Rakhine State, Myanmar adalah hasil kerjasama MER-C (Medical Emergency Rescue Committee), PMI (Palang Merah Indonesia) dan Walubi (Perwakilan Umat Buddha Indonesia).
Pembangunan RS Indonesia ini diketahui sempat mundur dari jadwal yang telah ditetapkan 10 bulan menjadi dua tahun karena sejumlah kendala di lapangan.