REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris mengatakan, sebaiknya waktu penyelenggaraan pemilihan umum serentak tingkat nasional dan lokal dipisahkan. Syamsuddin menyarankan jeda 2,5 tahun antara pemilu serentak lokal dan nasional.
"Sebaiknya pemilunya itu memisahkan antara pemilu serentak nasional, presiden, DPR, DPD dengan pemilu serentak lokal DPR, kepala daerah, DPRD provinsi, kabupaten dan kota," kata Syamsuddin Haris, di Jakarta, Kamis (5/12).
Syamsuddin menyarankan, pemilu serentak lokal digelar 2,5 tahun atau 30 bulan sesudah pemilu serentak nasional. Sehingga, memiliki jeda penyelenggaraan yang lebih baik dalam mengevaluasi setiap gelaran pemilu untuk melakukan perbaikan untuk penyelenggaraan berikutnya.
"Dengan demikian setiap dua setengah tahun kita mengevaluasi, menilai kembali hasil pemilu lokal pada saat pemilu nasional, dan sebaliknya, mengevaluasi menilai kembali hasil pemilu supaya pemimpin-pemimpin hasil pemilu lebih akuntabel," kata dia.
Menggelar pemilu serentak hanya setiap lima tahunan, menurut dia, membuat masa terlampau panjang. Ditambah lagi dengan pemilihan umum serentak yang digabungkan keseluruhannya akan membuat semuanya bertumpuk.
Kemudian, untuk Pemilu 2024 yang akan serentak menyelenggarakan pemilihan, menurut dia, tetap dapat dilakukan serentak. Namun, harus memikirkan skema terbaik agar tidak terlalu banyak model surat suara yang harus dicoblos pemilih.
"Tetap serentak, yang diubah itu skemanya atau modelnya, jangan lagi pemilu serentak lima kotak, terlalu bertumpuk," ujarnya pula.