Kamis 05 Dec 2019 19:07 WIB

UAS, Perceraian, dan Peluru Politik

Isu perceraian pasti digoreng untuk menghabisi citra UAS.

Kabar perceraian diyakini menjadi momentum menghabisi Ustaz Abdul Somad (UAS).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kabar perceraian diyakini menjadi momentum menghabisi Ustaz Abdul Somad (UAS).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Joko Sadewo

Dalam beberapa hari belakangan ini, jagat media sosial di media sosial, baik itu Twitter, Facebook, maupun Instagram diramaikan dengan kabar perceraian Ustaz Abdul Somad (UAS). Pendakwah terkemuka di media sosial ini secara resmi telah bercerai dengan istrinya, Melia Juniarni.

Baca Juga

Kabar ini tentu saja mengagetkan masyarakat Indonesia. Bukan saja karena sebelumnya publik tidak pernah mendengar isu keretakan rumah tangga, melainkan juga karena dihubung-hubungkan dengan posisi UAS sebagai pendakwah.

Perceraian UAS ini pun kemudian menjadi bahan bakar bagi sejumlah orang ataupun kelompok untuk ‘menyikat’ UAS. Kasus perceraian UAS ini seolah menjadi pintu masuk untuk menghabisi citra UAS.

Suara-suara minor mulai diviralkan melalui Twitter, Instagram, maupun Facebook. Bentuknya ada yang dilakukan dalam bentuk pernyataan nyinyir, seperti: "Mengurus dan mendidik keluarga saja berantakan gmna tu mentausiyah umat apa bisa dipercaya?? Sy tdk percaya. Klo nitizen gmna." Ada juga yang dilakukan dengan mem-posting video ceramah UAS tentang perceraian.

Namun, ada pula yang melakukan pembelaan terhadap UAS. Komentar pembelaan pun muncul, seperti: "Ketika Ahok cerai, saya tak komentar. Pun soal UAS. UAS ilmu agamanya mumpuni. Dia paham apa yang dia lakukan, UAS cerai koq dijadikan lelucon dan olokan ki piye karepe... Siapapun yang menikah pasti tak pernah membayangkan berpisah. Perceraian bukan hanya menyakitkan bagi pasangan, namun juga keluarga besar. Sudahilah menjadikan cerai/janda/duda sebagai joke olok olok."

Sebenarnya dari awal sudah bisa saya tebak, kalau perceraian UAS akan jadi 'alat buat nembak'. Hal ini karena tidak bisa dilepaskan dari posisi UAS yang dianggap sebagai bagian kelompok pendukung Prabowo Subianto. Atau dianggap seorang yang berseberangan dengan pendukung penguasa.

UAS dianggap sebagai figur yang punya kekuatan untuk memengaruhi opini publik. Dan ini tentu saja menjadi 'hal' yang bikin tidak nyaman kubu sebelah.

Seperti orang Jawa bilang tumbu ketemu tutup, yang artinya mereka yang ingin 'menghabisi' UAS seperti menemukan momentum. Isu perceraian UAS adalah peluru yang bisa ditembakkan ke mana-mana.

Saya juga tidak bisa menyalahkan fenomena ini. UAS pasti juga sudah sangat paham dan sangat sadar dengan risiko, ketika sudah 'nyerempet' dunia politik. Hal itu tidak akan bisa dihindari. Apalagi, kedewasaan berpolitik kita masih sangat menyedihkan. Apa pun digunakan selama bisa menang.

Oh ya, saya menyebut UAS menyerempet dunia politik, karena ada sejumlah hal yang dilakukan UAS sudah dipersepsikan sebagai bentuk dukungan politik oleh pendukung kubu sebelah. Sekalipun, UAS belum pernah mendeklarasikan diri untuk masuk ranah politik.

Namun, saya pribadi prihatin dengan cara memainkan isu perceraian untuk 'menghabisi UAS'. Persoalan perceraian adalah persoalan pribadi, yang mestinya tidak harus dibawa-bawa ke ruang publik. Kalau kemudian ada pertanyaan UAS kan ustaz yang menjadi figur publik? Seorang figur publik bukan berarti kehilangan hak privatnya.

Kita tidak pernah tahu apa yang menjadi penyebab UAS bercerai. Dan menurut saya, kita memang gak perlu ikut campur terlalu jauh. Selama tidak ada tindak pidana yang dilakukan UAS dalam kasus perceraiannya, maka itu urusan rumah tangga UAS. Bukan urusan publik.

Sebagai seorang penceramah, UAS tentu lebih tahu tentang persoalan dan jalan terbaik untuk rumah tangganya. Apalagi ilmu agama UAS tentu jauh lebih tinggi dibanding kita. Tidak ada gunanya kita menggarami lautan.

Apalagi, untuk urusan pertanggungjawaban moral dan Islamnya, UAS jauh lebih bisa kita percaya. Saya percaya UAS punya pijakan secara fikih dan bukan sebatas persoalan nafsu belaka.

*) Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement