Kamis 05 Dec 2019 09:58 WIB

PMA Majelis Taklim, PKS: Mengingatkan pada Orde Baru

PKS menilai PMA Majelis Taklim mengintervensi masyarakat.

Rep: Nawir Arsyad Akbar / Red: Nashih Nashrullah
Presiden PKS, Shohibul Iman, menilai PMA Majelis Taklim seperti Orde Baru. Foto Presiden PKS, Shohibul Iman.
Foto: ROL/Agung Sasongko
Presiden PKS, Shohibul Iman, menilai PMA Majelis Taklim seperti Orde Baru. Foto Presiden PKS, Shohibul Iman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengatakan bahwa PMA Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim mengingatkannya dengan yang pernah terjadi pada Orde Baru. Saat pemerintah terlalu mengawasi kegiatan masyarakatnya.

"Menjadi pembicaraan juga bahwa apa yang dilakukan pemerintah hari ini, ada sebuah kebijakan yang terlalu berlebihan. Ini mengingatkan kita pada dulu zaman Orde Baru fenomenanya," ujar Sohibul di Jakarta, Rabu (4/12).

Baca Juga

Dalam pertemuannya dengan PP Muhammadiyah, PKS juga berdiskusi dengan pro dan kontra dari PMA tersebut. Menurut dia, sudah sebaiknya Indonesia tidak terjebak dengan hal-hal buruk yang pernah terjadi pada Orde Baru.

"Bolak-balik apa yang dulu pernah kita lakukan kesalahan, masa balik lagi ke situ? Apa yang diputuskan pemerintah hari ini kami kritisi karena itu menjadi sesuatu yang tidak proporsional," ujar Sohibul.

Menurut Shohibul, aturan yang tertuang pada PMA tentang Majelis Taklim itu terlalu mengintervensi ranah privasi dari masyarakat. Khususnya, terkait aktivitas keagamaan warganya.

"Terlalu mengintervensi kepada aktivitas-aktivitas sosial keagamaan masyarakat. Kami berharap pemerintah melihat kembali ke masalah ini," ujar Sohibul.

Sementara itu, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini meminta pemerintah tak mengeluarkan peraturan dengan alasan memberantas radikalisme. Menurut dia, pemerintah harus membuktikan terlebih dahulu jika ada paham tersebut yang berada dalam majelis taklim.

"Kita harap pemerintah jangan terlalu genit dalam mempersoalkan yang sesungguhnya tidak ada bukti, tapi justru sudah sampaikan stigmatisasi. Akhirnya orang mau bikin majelis taklim jadi takut," ujar Jazuli.

Rencananya dalam waktu dekat, Komisi VIII DPR akan melakukan pertemuan dengan Kementerian Agama. Jazuli mengatakan, kadernya yang berada di komisi tersebut akan menanyakan alasan dikeluarkannya PMA itu kepada Menteri Agama Fachrul Razi.

"Kejadiannya belum jelas di mana, tapi begitu dinyatakan, akhirnya orang pada takut semua. Kita maunya kementerian-kementerian ini cobalah melihat dengan objektif," ujar Jazuli.

PMA yang diterbitkan pada 13 November 2019 tersebut menuai polemik. Diketahui, PMA Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim ini terdiri atas enam bab, dengan 22 pasal. Aturan ini berisi mengenai tugas dan tujuan mejelis taklim, pendaftaran, penyelenggaraan yang mencangkup pengurus, ustaz, jamaah, tempat, dan materi ajar. 

Draf PMA Majelis Taklim tersebut, dalam Pasal 6 Ayat 1 PMA ini mengatur bahwa majelis taklim harus terdaftar pada kantor Kementerian Agama. Kemudian, pada poin 2 disebutkan pengajuan pendaftaran harus dilakukan secara tertulis.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement