Kamis 05 Dec 2019 04:53 WIB

Miris, Siswa Madrasah di Tasik Belajar di Gubuk Bambu

Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) belajar di gubuk sederhana berdinding bambu.

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com
Miris, Siswa Madrasah di Tasik Belajar di Gubuk Bambu
Miris, Siswa Madrasah di Tasik Belajar di Gubuk Bambu

TASIKMALAYA, AYOBANDUNG.COM--Siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) Mis Cileunjang, Desa Campakasari Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya harus rela belajar di gubuk sederhana berdinding bilik bambu. Pasalnya, sekolah ini tidak memiliki bangunan kelas yang bisa digunakan peserta didiknya.

Bahkan, kurangnya ruangan kelas itu, sebanyak 76 siswa harus rela belajar bergantian di ruangan berukuran 10×4 Meter yang disekat menjadi tiga bagian. Alasnya pun hanya tanah, tanpa ada lantai yang membuat para siswa belajar nyaman.

Kepala MI Mis Cileunjang Kecamatan Bojonggambir Deden Saeful Bahri mengatakan, proses pembelajaran dibagi dua sesi. Siswa kelas I, II dan III belajar pukul 07.00-10.00 WIB. Sedangkan siswa kelas IV, V dan VI belajar pukul 10.00-13.00 WIB.

“Kami terpaksa menjalankan proses belajar mengajar di gubuk ini, karena tidak memiliki ruangan lagi. Ini juga gubuk hasil pembangunan swadaya masyarakat sekitar, tiga tahun silam,” ujar Deden kepada wartawan, Rabu (4/12/2019).

Deden menambahkan, sebagian besar material ruangan kelas terdiri dari bambu dan kayu. Pada bagian samping dan belakang ditutupi bilik bambu, bagian atapnya terbuat dari asbes dan beralaskan tanah. Tidak ada kaca, bagian depan tidak dipasang bilik, hanya samping dan belakang.

Diharapkan pemerintah daerah dapat membuatkan ruang kelas baru. Dikhawatirkan ketika musim hujan, ruangan banjir dan becek

“Kami tentunya sangat mengharapkan ruang belajar yang layak, karena kasihan anak-anak. Kami bukan tidak mau membangun, tapi kemampuan anggaran terbatas,” ucapnya

Lanjut Deden, sebelum ada MI hasil dari swadaya masyarakat ini, anak-anak di kampung ini bersekolah ke SD dengan jarak terdekat lima kilometer, yang ditempuh dengan berjalan kaki. Ketika musim hujan, anak-anak harus bersekolah dua hari dalam seminggu, karena jarak yang jauh dan cuaca buruk.

“Alhamdulillah dengan adanya MI, para orang tua dan anak-anak sangat terbantu untuk bisa menimba ilmu dengan jarak yang terjangkau. Mereka tidak harus jauh-jauh berjalan kaki menuju tempat belajar,” katanya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement