Rabu 04 Dec 2019 13:05 WIB

Airlangga Ulas Masa-Masa Suram Golkar

Golkar mengalami masa suram era 2014-2016.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan sambutan saat acara Musyawarah Nasional ke-10 Partai Golkar, di Jakarta, Selasa (3/12).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memberikan sambutan saat acara Musyawarah Nasional ke-10 Partai Golkar, di Jakarta, Selasa (3/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Airlangga Hartarto mengulas masa-masa suram Golkar beberapa tahun belakangan. Airlangga bercerita saat Golkar mengalami perpecahan tahun 2014 hingga menjadi bulan-bulanan gara-gara kasus Korupsi KTP - el Setya Novanto. 

"Lebih dua  tahun dari 2014 sampai 2016 terjadi dualisme kepengurusan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah," kata Airlangga saat membacakan laporan di Musyawarah Nasional Golkar, Hotel Ritz Carlton, Rabu (4/12).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, saat itu, konsolidasi organisasi kaderisasi dan pembinaan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ketika Pilkada 2015, Partai Golkar hampir tidak bisa mengusung calon karena tidak ada kesepakatan dari kedua kepengurusan yang berbeda. 

Dualisme kepengurusan kemudian bisa diakhiri setelah terjadi Munas luar biasa di tahun 2016 di Bali. Salah satu keputusan penting dalam Munas luar biasa adalah menetapkan posisi politik Partai Golkar dimana semula berada diluar pemerintahan bersama koalisi merah putih kemudian berubah menjadi partai pendukung pemerintah

Namun ujian untuk Golkar tak berhenti. "Kerja-kerja organisasi tersebut tidak dapat berlanjut karena pucuk pimpinan partai (Novanto) pun ditimpa musibah hukum ketika itu Partai Golkar menjadi bulan-bulanan media terutama berita-berita negatif di media," kata Airlangga. 

Hal ini menyebabkan citra dan elektabilitas Partai Golkar merosot tajam. Dalam situasi krusial tersebut, Airlangga kemudian terpilih di Munas luar biasa tahun 2017 secara aklamasi. Ia pun mengklaim menjadi 'penyelemat' Golkar. 

"Ibarat kapal yang telah oleng dihantam badai besar Golkar memenangkan nakhoda untuk menyelamatkan kapal tersebut sehingga penumpang bisa selamat sampai tujuan, setelah terpilih sebagai ketua umum itu yang pertama yang saya lakukan," ujar Airlangga. 

Airlangga mengatakan, dirinya bergerak cepat menyusun strategi  untuk menarik simpati publik dengan mencanangkan bhawa Golkar bersih dan bangkit. Hingga akhirnya, Partai Golkar tetap percaya diri memasuki gelanggang Pemilu serentak di tahun 2019. 

"Pada waktu itu banyak pengamat dan lembaga survei yang memprediksi bahwa Partai Golkar akan jatuh ke posisi ketiga di bawah PDIP dan Gerindra, kenapa, karena sampai pada saat Pemilu 2019 masih ada kader Golkar yang terkena OTT oleh KPK," ujar dia. 

Namun ternyata perolehan kursi Golkar bertahan sebagai pemenang kedua dengan memperoleh 85 kursi DPR RI. "Lebih daripada itu untuk pertama kali sejak reformasi Partai Golkar berhasil meraih kemenangan pada pilpres 2019 dengan mengusung Jokowi Ma'ruf Amin," ucap Airlangga. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement