Rabu 04 Dec 2019 09:52 WIB

Ini Alasan TW 'Turun Gunung' Jadi Saksi di PN Denpasar

TW heran pihak yang memberikan pinjaman justru dipidanakan oleh penerima pinjaman.

Saksi korban kasus keterangan palsu dalam akta autentik pengalihan saham PT Geriya Wijaya Prestige (GWP) Tomy Winata (paling kanan) sedang memberikan kesaksian dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa Harjanto Karjadi (paling kiri) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa (3/12). 
Foto: Dok. Rep
Saksi korban kasus keterangan palsu dalam akta autentik pengalihan saham PT Geriya Wijaya Prestige (GWP) Tomy Winata (paling kanan) sedang memberikan kesaksian dalam sidang kasus tersebut dengan terdakwa Harjanto Karjadi (paling kiri) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa (3/12). 

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pendiri Artha Graha Group (AGG) dan yayasan nirlaba Artha Graha Peduli (AGP) Tomy Winata (TW) hadir di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali pada Selasa (3/12). Di dalam pengadilan, TW menjelaskan soal pengambil alihan piutang yang dimiliki Bank CCB Indonesia. TW menyebut itu bukan demi meraih keuntungan secara finansial. TW memiliki tujuan lain, yakni untuk menjaga kepercayaan investor lokal maupun asing untuk berinvestasi di Indonesia.

 

Langkahnya ini berkaitan dengan berlarut-larutnya penagihan hutang yang melibatkan bos Hotel Kuta Paradiso Harjanto Karjadi sebagai terdakwa. Harjanto diadili atas dugaan kasus keterangan palsu dalam akta autentik pengalihan saham PT Geriya Wijaya Prestige (GWP) di PN Denpasar, Selasa (3/12). 

 

"Sekali lagi yang melatar belakangi saya mengambilalih piutang yang dimiliki oleh Bank CCB Indonesia bukan dikarenakan untuk mendapatkan keuntungan secara finansial, tetapi dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Bank CCB Indonesia," ujar TW.

 

TW mengatakan, investor membutuhkan adanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha. Itu berarti, para investor butuh suatu ukuran yang menjadi pegangan dalam melakukan kegiatan investasinya. Tidak adanya kepastian hukum dalam kegiatan investasi akan menyebabkan berbagai permasalahan.

 

"Yang mengakibatkan kurangnya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Semoga proses hukum yang sedang berjalan saat ini bisa memberikan keadilan dan kemanfaatan atas nama kepastian hukum di Indonesia," katanya.

 

TW menjelaskan, rasa keadilannya terusik atas permasalahan hukum yang timbul sehubungan dengan hutang piutang antara Bank Sindikasi dengan PT GWP. Permasalahan berupa mantan direktur bank yang memberi pinjaman menjadi tersangka oleh penegak hukum karena dituduh menggelapkan sertifikat yang menjadi jaminan hutang PT GWP.

 

"Hal ini unik karena pihak pemberi pinjaman dikriminalisasi oleh penerima pinjaman," jelas dia.

 

Ia menuturkan, sebagai WNI dan juga sebagai pengusaha yang memiliki lembaga perbankan, nuraninya terusik. Menurut TW, itu karena pihak yang berada pada posisi yang telah memberikan dan meminjamkan uangnya untuk digunakan terdakwa justru menjadi tersangka dengan tuduhan menggelapkan sertifikat.

 

"Padahal, sertifikat tersebut berada dibawah CCB Indonesia adalah sebagai jaminan hutang, tidak dimiliki karena pemilik sertifikatnya tetap terdakwa," tuturnya.

 

Sehingga, ia menilai ada proses hukum yang tidak tepat. Hal tersebut ia lihat tidak baik untuk dunia investasi Indonesia, khususnya CCB Indonesia yang pemiliknya adalah pihak investor asing. Terlebih, pemerintah selama ini telah berusaha keras untuk menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

 

"Saya membeli piutang ini untuk menghindari kemungkinan permasalahan ini dapat menganggu kepercayaan investor baik lokal maupun asing khususnya investor dari Tiongkok," ungkapnya.

 

TW menjelaskan, CCB adalah bank BUMN besar di Cina. Umumnya seperti di Indonesia, sebuah bank BUMN tentu akan melaporkan berbagai hal yang terjadi kepada Menteri BUMN yang kemudian disampaikan kepada presiden. Oleh karena itulah, dia khawatir, permasalahan yang terjadi di Indonesia membuat CCB melaporkannya ke para pemimpin negara kaya raya tersebut.

 

Bila itu terjadi, maka reputasi bangsalah yang jadi taruhan. Terlebih, kata dia, kerjasama ekonomi Indonesia-Cina sudah terjalin lama dan semakin rekat dengan sejumlah keuntungan masif didapat oleh Indonesia.

 

"Kami harus turun tangan agar hal-hal yang merugikan bisa dihindari. Untuk itu saya atas nama sendiri menempuh jalur ini. Terdakwa sendiri sebenarnya adalah kawan lama yang tadinya sudah saya jembatani ke CCBI agar bisa menyelesaikan masalah secara baik-baik. Namun ternyata itu tidak cukup," papar TW. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement