Rabu 04 Dec 2019 05:59 WIB

IPSM Latih Tunanetra Membaca Alquran

Pelatihan menggunakan huruf braille sebagi media pengajaran.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Agung Sasongko
Alquran Braille
Foto: Republika/Wihdan
Alquran Braille

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) Kabupaten Bogor melakukan pelatihan membaca dan menulis Alquran para penyandang tuna netra. Pelatihan menggunakan huruf braille sebagi media pengajaran.

“Pelatihan membaca dan menulis ayat suci Alquran berbentuk huruf braille ini merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan. Peserta semua warga dari beberapa kecamatan,” kata Ketua IPSM Kabupaten Bogor, Dian Firmanysah, dalam pesan tertulisnya, Selasa (3/12).

Dian mengungkapkan alasan mengajarkan baca dan tulis ayat suci Alquran kepada penyandang tuna netra. Di Kabupaten Bogor, ia mengklaim, banyak penyandang tuna netra yang tak bisa membaca Alquran.

“Alhamdulillah, meski pada awalnya kami mengalami kesulitan mencari guru khusus yang bisa membaca Alquran dengan huruf braille. Tapi seiring berjalannya waktu, semua kesulitan itu terpecahkan dari mulai tempat sampai biaya yang dibutuhkan untuk pelatihan,” ujarnya.

Adapun secara pembiayaan, Dian menjelaskan, sebagian bersumber dari uang kas organisasi dan sumbangan anggota. Ia mengatakan, pihaknya juga memperoleh bantuan dari donatur yang berempati.

Ia menyatakan, IPSM akan mengupayakan pelatihan yang berlangsung selama 42 hari itu dapat diselenggarakan setiap tahunnya. Sehingga, penyandang tuna netra yang beragama Islam dapat membaca dan menulis ayat-ayat Suci Al-Quran.

"Bahkan kami pun memimpikan, nantinya ada dari qori/qoriah terkenal dari penyandang tuna netra,” katanya.

Sementara, Ketua Pelaksana Pelatihan Ruli Ruhul Mujahid mengatakan, total peserta awalnya sebanyak 23 orang. Namun, lima peserta dari 23 peserta harus dipulangkan karena faktor kesehatan.

Ia mengungkapkan, 18 peserta yang tersisa mensyukuri dapat pelatihan membaca dan menulis Alquran. Bahkan, para peserta mengaku seperti lahir kembali usai mengikuti pelatihan tersebut.

“Kenapa? karena dari beberapa peserta sejak divonis matanya tak berfungsi normal secara mental mereka jatuh sehingga memutuskan mengurung diri dan enggan bersosialisasi. Nah, ketika mereka bersemangat lagi menjalani hidup, rasa lelah kami terbayarkan,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement