REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bos Artha Graha, Tomy Winata (TW), hadir dalam persidangan kasus keterangan palsu dalam akta autentik pengalihan saham PT Geriya Wijaya Prestige (GWP) di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, Selasa (3/12). Ia hadir untuk memberikan keterangan sebagai saksi korban pada persidangan tersebut.
Tim jaksa penuntut umum (JPU), Ketut Sujaya dan kawan-kawan, juga menghadirkan Desrizal selaku saksi pelapor sekaligus kuasa hukum TW untuk memberikan keterangan. Keduanya dimintai keterangan bergiliran. Desrizal pertama dan TW berikutnya.
Pada persidangan sebelumnya, hakim PN Denpasar, Bali. menolak semua eksepsi terdakwa Harijanto Karjadi dalam sidang kasus penipuan dan pemalsuan akta autentik yang dilaporkan Tomy Winata (TW) di Denpasar, Bali. "Menolak semua eksepsi terdakwa dan lanjut sidang tanggal 3 Desember 2019 dengan agenda menghadirkan dua saksi," kata ketua majelis hakim Sobandi, Rabu (27/11).
Sehari sebelumnya, Selasa (26/11), ketua JPU I Ketut Sujaya juga menolak semua eksepsi yang diajukan oleh bos Hotel Kuta Paradiso. Sidang kasus penipuan dan pemalsuan akta autentik yang dilaporkan TW terhadap bos Hotel Kuta Paradiso tersebut.
Hakim dan JPU menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh terdakwa. JPU beralasan bahwa surat dakwaan telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap tentang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa dengan menyebutkan waktu, tempat tindak pidana itu dilakukan sesuai dengan Pasal 143 Ayat 2 huruf b KUHAP.
"Waktu dan tempat tindak pidana itu, yakni Senin tanggal 4 November 2011 di Kantor Notaris I Gusti Ayu Nilawati dengan alamat di Jl Raya Kuta No 87," ujar jaksa Sujaya.
Dalam eksepsi disampaikan tentang hak membuat laporan dari TW. Menurut JPU, laporan yang dibuat sudah dilakukan sesuai dengan Pasal 108 Ayat 2 KUHAP. TW adalah orang yang memiliki hak untuk membuat laporan karena dirinya telah menjadi saksi korban dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
TW yang merupakan kreditur PT GWP yang menggantikan kedudukan Bank CCBI disebut sangat berkepentingan dalam kasus ini. Itu karena akibat tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa maka aset yang digunakan oleh terdakwa sebagai jaminan dialihkan ke orang lain secara tanpa hak dan melawan hukum. Bahkan, peristiwa pidana yang dilaporkan itu tidak hanya merugikan TW, tetapi juga merugikan kreditur lainnya, seperti Gaston, Alfort, dan KP2LN.
Selain itu, eksepsi juga mempersoalkan hak tagih oleh BPPN. Kronologi yang dijelaskan dalam eksepsi sangat tidak sesuai dengan fakta yang ada dalam dakwaan. "Makanya kami memohon agar majelis hakim menolak semua eksepsi terdakwa," ujarnya.
JPU mendakwa Harijanto dengan dakwaan alternatif. Harijanto Karjadi selaku direktur PT Geria Wijaya Prestige/GWP (Hotel Kuta Paradiso) diduga turut terlibat dan menyetujui pemberian keterangan palsu dalam akta autentik gadai saham. Sehubungan peristiwa pengalihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi dalam RUPS pada 14 November 2011. Akibat peristiwa tersebut, Tomy Winata selaku korban yang juga pelapor dirugikan lebih dari 20 juta dolar AS.
"Terdakwa melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan perbuatan, atau menyuruh memasukan keterangan palsu, ke dalam suatu akte autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu. Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu. Seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran,” kata jaksa.
Dalam sidang pembacaan eksepsi di PN Denpasar, Selasa (19/11), tim penasihat hukum terdakwa, Petrus Bala Pattyona, didampingi Berman Sitompul, Benyamin Seran, Alfred Simanjuntak, dan Dessy Widyawati dalam sidang memohon kepada majelis hakim agar menerima dan mengabulkan eksepsi atau keberatan terdakwa atas surat dakwaan jaksa dengan nomor registrasi Perkara PDM 800/Denpasar.OHD/10/2019.