REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil analisa data citra satelit Sentinel-2 terbaru yang dilakukan peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR) memperkirakan luas lahan Indonesia terbakar mencapai 1,64 juta hektare (ha). Kebakaran itu terjadi antara periode 1 Januari hingga 31 Oktober 2019.
Landscape Ecologist and research associate at CIFOR di Bogor David Gaveau dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Senin (2/12), mengatakan ada banyak spekulasi dalam pemberitaan bahwa musim kebakaran hebat telah membakar hutan hujan yang tersisa di Indonesia. Namun, tidak ada bukti kuat untuk mendukung gagasan itu.
CIFOR menganalisa untuk mengetahui berapa luas lahan yang terbakar dan tipe tutupan lahan seperti apa yang terbakar. Informasi ini sangat krusial untuk memahami konsekuensi dan memformulasi solusi.
Untuk menyediakan analisa yang cepat namun terperinci dari area terbakar, para ilmuwan menganalisa seri waktu citra satelit yang diambil Sentinel-2 antara 1 Januari dan 31 Oktober 2019. Mereka melakukan analisis di Google Earth Engine.
Hasil analisa citra satelit tersebut memperkirakan luas lahan terbakar 1,64 juta ha selama periode tersebut di tujuh provinsi di Indonesia. Termasuk, 670.000 ha (41 persen) di lahan gambut yang memiliki peran krusial sebagai penyerap Karbon.
Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan dan Papua merupakan provinsi-provinsi dimana kebakaran menjadi masalah berulang. Temuan ini mengungkap bahwa skala kebakaran hutan dan lahan 2019 besar, setara dengan katastrofe kebakaran 2015 saat 2,1 juta ha lahan terbakar.
Pada 2015, El-Nino kuat sebagian yang disalahkan penyebab kekeringan yang memicu kebakaran meluas, yang membakar sekitar 2,6 juta ha lahan di Indonesia, mengemisi 1,2 miliar ton setara karbon dioksida (CO2) mewakili setengah dari total emisi Indonesia di tahun ini. Berdasarkan pada contoh inspeksi visual resolusi tinggi (2.920 contoh) diambil sebelum kebakaran, mereka menemukan 76 persen terjadi di lahan terlantar di Indonesia.
Vegetasi yang terbakar pada 2019, berdasarkan analisis citra satelit resolusi tinggi (kurang dari 1 meter) contoh citra satelit (N=2,920) diperoleh sebelum kebakaran antara 2017 dan 2019. Meskipun data menunjukkan tiga persen hingga 3,6 persen dari kebakaran di 2019 di lanskap hutan, yang mungkin terlihat kecil, namun itu terlalu banyak.
Hingga mencapai 60.000 ha hutan tua telah terkena dampak kebakaran, terutama di lahan gambut. Hutan rawa gambut yang terbakar ini mungkin tidak akan pernah pulih, dan digantikan oleh semak belukar yang mudah terbakar, dengan konsekuensi bagi ekosistem lokal dan global.
Karena itu, menurut David, hasil riset tersebut menguatkan pentingnya melakukan reforestasi untuk lahan gambut yang terdegradasi. Sementara itu, jika melihat data rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan 34 provinsi di Indonesia di 2019 dari situs SiPongi tercatat luasnya mencapai 857.755 ha.