Sabtu 30 Nov 2019 17:55 WIB

Usul Pilpres oleh MPR, PBNU: Bukan Berarti Anti-Demokrasi

Sekjen PBNU menilai pilpres MPR atau langsung hanya cara dan bukan tujuan demokrasi

Rep: Febryan R/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini (tengah) Sekjen PBNU menilai pilpres MPR atau langsung hanya cara dan bukan tujuan demokrasi
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Sekjen PBNU Helmy Faisal Zaini (tengah) Sekjen PBNU menilai pilpres MPR atau langsung hanya cara dan bukan tujuan demokrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zainin mengatakan, usulan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj agar presiden kembali dipilih MPR RI bukanlah sikap anti-demokrasi. Sebab, sistem demokrasi perwakilan juga salah satu bentuk demokrasi.

"Itu kan juga demokrasi. Menggunakan permusywaratan perwakilan itu kan demokrasi by procedure," kata Helmy kepada Republika, Jumat (29/11).

Helmy menjelaskan, pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung ataupun lewat MPR itu hanya alat atau cara, bukanlah tujuan dari demokrasi itu sendiri. Sebab, tujuan dari demokrasi adalah melahirkan masyarakat yang adil dan makmur.

"Sekarang, kalau alat yang kita sebut ideal itu(Pilpres langsung) pelaksanaanya melahirkan kerusakan, lalu apakah kita akan terus mempertahankannya? Kan tidak begitu," ujar Helmy.

Oleh karena itu, kata dia, bagi NU, hukum itu tergantung illat-nya. Yakni, menentukan hukum berdasarkan perkembangan yang terjadi dan melihat skala kebutuhanya.

"NU menggunakan pendekatan fikih dalam melihat hukum. Ada kaidahnya yang intinya menolak kerusakan itu lebih diutamakan dari pada memetik manfaat." ujar Helmy.

Kerusakan itu, imbuh Helmy, tampak jelas dalam perhelatan Pilpres 2019. Di mana melahirkan  ketegangan, pembelahan dan konflik di masyarakat. Termasuk jatuhnya korban nyawa dan munculnya gerakan politik identitas.

Sebelumnya, Rabu (28/11), KH Said menyampaikan bahwa para kiai NU menginginkan agar presiden kembali dipilih MPR lantaran Pilpres langsung banyak mudharat-nya. Usulan itupun ramai-ramai dikiritik tokoh politik dan penggiat demokrasi.

Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR RI, Benny K Harman mengatakan fraksinya menolak UUD 1945 diamendemen untuk mengubah mekanisme pilpres. Karena baginya, usulan mengembalikan pilpres kepada MPR RI adalah langkah mundur dalam berdemokrasi.

Kritik keras datang dari analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago. Ia menilai Piplres lansung adalah buah reformasi. Jika sekarang ada yang ingin mengambalikannya ke MPR, kata dia, maka bisa disebut sebagai penghianat demokrasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement