REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga sekaligus Ketua Peneliti Research Institute of Socio Economic Development (RISED) Rumaya Batubara mengungkapkan, dalam survei yang dilakukan, banyak orang yang menolak penggunaan skuter listrik. Dalam riset yang dilakukan sekitar dua pekan lalu dengan 1.000 responden di DKI Jakarta, sebanyak 75,4 persen menolak penggunaan skuter listrik dan 24,6 persen mendukung.
"Bisa dikatakan, tiga dari empat responden setuju penggunaan skuter listrik di Jakarta harus ditolak. Responden ini pengguna jalan ya, bisa (pengendara) mobil, (pengendara) motor, dan juga pejalan kaki," kata Rumaya di Jakarta, Kamis (28/11).
Dia menjelaskan, para responden yang merupakan pejalan kaki juga mengeluh dengan adanya penggunaan skuter listrik. Rumaya mengatakan, 67,5 persen pejalan kaki mengeluhkan hal tersebut. "Kebanyakan pejalan kaki mengeluh karena ketidakamanan dan sikap pengguna skuter listrik yang tidak tertib," ujar dia.
Rumaya mengatakan, pejalan kaki yang mengeluh tersebut kerap merasa terganggu dan terancam saat berjalan di trotoar. Terutama, dengan adanya penggunaan skuter listrik di Jakarta.
Setelah faktor kenyamanan terganggu, Rumaya mengatakan, sebanyak 81,8 persen masyarakat Jakarta mendukung rencana pembatasan penggunaan skuter listrik. Terlebih, kata Rumaya, saat ini, baik pemerintah pusat dan daerah tengah menggodok aturan untuk penggunaan skuter listrik.
"Ini saatnya ada regulasi yang bisa dilakukan karena ada kebutuhan untuk mengatasi fenomena skuter listrik," kata dia menambahkan.
Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Setanud Jaja menilai, hadirnya skuter listrik di Jakarta tidak relevan dengan kebutuhan mobilitas masyarakat. Sebab, keberadaan skuter listrik harus berdekatan di sekitar halte transportasi umum yang jaraknya tidak berjauhan.
"Memang skuter listrik ini lebih kepada memanfaatkan kebutuhan rekreasi masyarakat Jakarta untuk mendapatkan keuntungan," kata Elisa.
Dengan belum adanya regulasi resmi penggunaan skuter listrik, Elisa menilai, seharusnya penggunaan skuter listrik harus terisoliasi. Lebih tepatnya, kata dia, ada di kawasan tertentu yang tidak akan mengganggu pengguna jalan lainnya, seperti mobil, motor, dan terutama pejalan kaki.
"Misalnya, memasukkan skuter listrik ini untuk mahasiswa yang berpindah gedung di kawasan kampus. Tapi, ini juga perlu studi panjang, tidak begitu saja dilakukan," ujar Elisa.
Kalau berkaca dengan negara lain, kata Elisa, skuter listrik yang saat ini sudah beroperasi di Jakarta tidak ada hubungannya dengan kebutuhan mobilitas. Elisa mengatakan, lebih baik memaksimalkan transportasi umum yang ada saat ini serta fasilitas jalan kaki yang tidak menghasilkan polusi.
Pembatasan
Sementara itu, Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Deddy Herlambang menilai, pembatasan skuter listrik yang saat ini diberlakukan perlu segera direalisasikan melalui peraturan gubernur atau pergub.
"Kalau sudah ada pembatasan, saya pikir, tinggal regulasinya saja. Mungkin paling cepat yang bisa direalisasikan itu Pergub, seminggu bisa keluar," ujar Deddy.
Dia mengatakan bahwa seperti disampaikan sebelumnya, yang pertama dilakukan adalah penegakan hukum yang diperketat. Pihak layanan harus jelas, yaitu menaati peraturan di daerah mereka masing-masing.
Menurut Deddy, selama ini, memang belum ada aturan yang jelas terkait pengaturan skuter listrik tersebut. "Saya pikir, ini juga masalah perilaku atau behaviour masyarakat juga. Sama seperti MRT yang justru sering dibuat rekreasi. Jadi, memang belum digunakan penuh sesuai fungsinya," kata dia menambahkan.
Kementerian Perhubungan akan mengeluarkan peraturan penggunaan skuter listrik melalui Surat Edaran (SE) tentang Kendaraan Bermotor Dengan Kecepatan Rendah. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menjelaskan isi dari SE tersebut bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan diatur bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Dalam SE dibahas bahwa persyaratan teknis yang dimaksud, antara lain, berupa motor penggerak yang meliputi, motor bakar; motor listrik; dan kombinasi motor bakar dan motor listrik. Sementara itu, skuter listrik sewaan tidak boleh melalui jalan raya di DKI Jakarta baik jalur untuk sepeda maupun jalur kendaraan pribadi.