REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Rujak Center for Urban Sudies Elisa Setanud Jaja menilai hadirnya skuter listrik di Jakarta tidak relevan dengan kebutuhan mobilitas masyarakat. Sebab keberadaan skuter listrik tetap dekat di sekitar halte transportasi umum yang jaraknya tidak berjauhan.
"Memang skuter listrik ini lebih kepada memanfaatkan kebutuhan rekreasi masyarakat Jakarta untuk mendapatkan keuntungan," kata Elisa di Jakarta, Kamis (28/11).
Belum adanya regulasi resmi penggunaan skuter listrik, Elisa menilai seharusnya penggunaan skuter listrik harus terisolasi. Lebih tepatnya, kata dia, ada di kawasan tertentu yang tidak akan menggangu pengguna jalan lainnya seperti mobil, motor, dan terutama pejalan kaki.
"Misalnya memasukan skuter listrik ini untuk mahasiswanya berpindah gedung di kawasan kampus. Tapi ini juga perlu studi panjang tidak begitu saja dilakukan," tutur Elisa.
Kalau berkaca dengan negara lain, kata Elisa, skuter listrik yang saat ini sudah beroperasi di Jakarta tidak ada hubungannya dengan kebutuhan mobilitas. Elisa mengatakan lebih baik memaksimalkan transportasi umum yang ada saat ini serta jalan kaki yang tidak menghasilkan polusi.
Sementara itu, Pengamat ekonomi Universitas Airlangga sekaligus Ketua Peneliti Research Institute of Socio Economic Development (RISED) Rumaya Batubara mengungkapkan tujuan penggunaan skuter listrik di Jakarta 65,2 persen diantaranya hanya untuk rekreasi. Sementara 34,8 persen baru untuk kepentingan transportasi.
"Ini memperlihatkan kalau skuter listrik belum dianggap sebagai alat transportasi oleh responden," jelas Rumaya.