RePUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi bidang Perlindungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempaun dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nahar, meminta masyarakat lebih peka terhadap pola perilaku yang berubah dan mengarahkan pada kemungkinan terjadinya kekerasan terhadap anak.
“Untuk itu, para aktivis perlindungan anak diminta mencegah dan melakukan deteksi dini terhadap kasus kekerasan terhadap anak,” kata Nahar dalam pembukaan acara Jambore Nasional Kader Masyarakat Indonesia Bersama Lindungi Anak (KAMI Berlian) 2019 di kawasan Ancol, Jakarta, Senin (25/11) malam.
Menurutnya, para aktivis perlindungan anak harus mampu memahami tentang masyarakat di tingkat desa atau kelurahan untuk dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak.
“Mereka harus tahu apa dan siapa masyarakat di sekelilingnya. Jangan sampai terjadi kasus-kasus kekerasan anak di wilayah binaannya,” kata mantan Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kementerian Sosial.
Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) diinisiasi Kementerian PPPA pada 2016 sesuai Undang-Undang tentang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014. PATBM adalah sebuah gerakan kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak.
Gerakan PATBM dilakukan aktivis desa/kelurahan, yaitu pendamping anak yang mempunyai kepeduliaan kepada anak. Mereka bekerja aktif dan mampu menggerakkan kegiatan kemasyarakatan di tingkat desa atau kelurahan. Mereka dilatih dengan berbagai pengetahuan tentang perlindungan anak.
Pada 2016, Kementerian PPPA menginisiasi membuat model desa PATBM di 136 desa yang tersebar di 68 Kabupaten/Kota pada 34 Provinsi di Indonesia. Hingga 2018, desa-desa PATBM ini berkembang dan direplikasi oleh Pemerintah Desa atau masyarakat setempat hingga mencapai 412 desa.
Potensi dan evaluasi
Salah satu upaya untuk menciptakan aktivis yang mumpuni antara lain dengan melakukan pelatihan dan pengembangan aktivis melalui program Jambore PATBM. Jambore yang berlangsung hingga 29 November ini diikuti sekitar 600 peserta dari seluruh Indonesia. Saat pembukaan, mereka mengenakan pakaian adat masing-masing daerah.
“Para aktivis diminta menemukan dan mengembangkan kembali potensi yang dimiliki untuk diaplikasikan dalam upaya perlindungan anak,” kata Nahar.
Jambore, lanjut Nahar, merupakan bentuk perhatian Kementerian PPPA kepada para pejuang hak dan pelindung anak Indonesia dari unsur masyarakat yang selama ini berjuang di desa/kelurahan model PATBM.
”Kami harap pertemuan ini dapat menjadi sarana mengevaluasi manfaat PATBM bagi masyarakat dalam menurunkan angka kekerasan pada anak selama tiga tahun pelaksanaannya,” ujar Nahar.
Ia mengharapkan, pengalaman di berbagai daerah mampu menumbuhkan inisiasi masyarakat dalam menemu-kenali, menelaah, memahami, dan mengambil inisiatif untuk memecahkan permasalahan yang ada secara mandiri,” ungkap Nahar.
Nahar mejelaskan bahwa PATBM dibentuk untuk merespons tingginya kasus kekerasan terhadap anak. Melalui gerakan ini, Kementerian PPPA mengajak semua unsur sampai pemerintahan terbawah di desa/kelurahan turut menyelesaikan masalah kekerasan pada anak di masyarakat. Termasuk, upaya penerapan perlindungan anak, mencegah kekerasan terhadap anak, dan menanggapi kekerasan.
Dikemukakan, gerakan PATBM telah berjalan selama tiga tahun. Berawal di 136 desa.kelurahan yang menjadi pilot project. Saat ini PATBM telah berkembang di 764 desa/kelurahan di seluruh Indonesia.
Selama tiga tahun perjalanannya, berbagai tantangan harus dihadapi para fasilitator dan aktivis PATBM dalam melakukan upaya perlindungan anak. Misalnya, seperti jumlah kasus kekerasan terhadap anak yang cukup signifikan dan makin beragam permasalahannya, ditambah pesatnya perkembangan teknologi.
Di samping itu, menurut Nahar, hambatan lainnya adalah terbatasnya sumber daya manusia (SDM) potensial untuk pengembangan PATBM. Padahal, isu anak semakin banyak dan berkembang. Termasuk terjadinya regenerasi aktivis desa/kelurahan PATBM. Selain itu, Indonesia mempunyai kultur, budaya, dan agama yang berbeda-beda.
“Sinergitas dari berbagai lembaga kemasyarakatan sangat diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan PATBM agar terlaksana dengan baik. Seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh pendidikan, dan tokoh penggiat aktivis anak dan keluarga yang ada di sekitar lingkungan desa/kelurahan PATBM,” pungkas Nahar.
Hadir dalam pembukaan jambore ini, antara lain; Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak, Dermawan; Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi, Ciput Eka Purwianti; Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum dan Stigmatisasi, Hasan; dan Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Ginting.