Kamis 28 Nov 2019 15:19 WIB

Perceraian Meningkat, Tingkat Kedewasaan Jadi Sorotan

Tingkat kedewasaan calon suami-istri perlu ditakar untuk menekan angka perceraian.

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Reiny Dwinanda
Ilustrasi Sidang Perceraian. Angka perceraian bisa ditekan jika calon suami-istri memiliki kedewasaan secara pribadi.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Sidang Perceraian. Angka perceraian bisa ditekan jika calon suami-istri memiliki kedewasaan secara pribadi.

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr Rose Mini Agoes Salim menyatakan, wacana sertifikasi pernikahan sebaiknya bukan hanya soal pemberian surat keterangan layak menikah. Akan tetapi, menurutnya, wacana tersebut juga dilengkapi dengan asesmen psikologis tentang kepribadian calon pengantin.

"Bukan tes psikologi, tapi mungkin lebih kepada asesmen melalui interview," kata Rose saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (28/11).

Baca Juga

Menurut Rose, asesmen psikologis bisa memberikan penilaian tentang karakter dan kedewasaan kedua calon pengantin dalam memahami satu sama lain. Ia menjelaskan, tingkat kedewasaan seseorang sangat dibutuhkan dalam pernikahan. 

Penilaian tingkat kedewasaan seseorang, menurut Rose, tidak bisa dilakukan hanya dengan melihat umur saja. "Harusnya kita betul-betul melihat, apakah sudah punya kemampuan untuk jadi pemimpin nggak sih?" kata dosen yang kerab disapa Bunda Romi itu.

Bunda Romi mengatakan, langkah tersebut perlu dilakukan untuk menekan angka perceraian yang memiliki kecenderungan meningkat akhir-akhir ini. Ia mengingatkan, perceraian akan berdampak besar terhadap perkembangan anak.

Dalam beberapa kasus, Bunda Romi menyebutkan, masih ada orang tua yang tidak lagi memedulilan anaknya setelah bercerai. Padahal, orang tua punya andil besar untuk perkembangan anak.

"Kalau salah satu pisah, maka akan ada kekosongan. Meskipun ada orang pengganti tapi tidak bisa mengisi sepenuhnya," ucap Romi.

Humas Pengadilan Agama (PA) Kota Bekasi, Ummi Azma mengatakan, kecenderungan kasus perceraian di Kota Bekasi selalu meningkat. Pada bulan Oktober saja, perkara perceraian yang diterima Pengadilan Agama Kota Bekasi mencapai 406 kasus, meningkat 18 kasus dari bulan yang sama tahun sebelumnya.

Ummi mengungkapkan, mayoritas perkara perceraian di Kota Bekasi diajukan oleh pihak istri. Dari total 4.009 perkara yang diajukan ke PA Kota Bekasi tabun 2018, sebanyak 2.896 perkara (72 persen) adalah cerai gugat yang diajukan istri. Sementara cerai talak (diajukan suami) ada 1.113 perkara (28 persen).

"Rata-rata mereka bercerai saat umur anak satu tahun," kata Ummi kepada Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement