Rabu 27 Nov 2019 17:23 WIB

KPK: Kementerian ESDM Abaikan Info Tambang Ilegal

KPK menyebut 60 persen izin tambang adalah ilegal.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Muhammad Hafil
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif saat akan rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarif saat akan rapat dengan Komisi III DPR RI di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan sejumlah rekomendasi pencegahan korupsi yang disampaikan ke Kementerian, namun tidak diindahkan atau tidak dijalankan. Salah satunya adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan Kementerian ESDM tidak mengindahkan informasi KPK terkait keberadaan lebih dari 10 ribu izin tambang ilegal di Indonesia. Ia menyebut Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian ESDM pun tidak pernah melakukan penyelidikan atau penyidikan terkait informasi tersebut.

Baca Juga

“Kami sudah memberitahu bahwa ada izin tambang di negeri ini lebih 10 ribu, lebih 60 persen itu ilegal. Ada yang dihukum? Tak satupun yang ada, bahkan dari (Kementerian) ESDM misalnya untuk tambang ilegal saja, kan mereka punya PPNS itu, sampai hari ini tidak ada satu kasus pun yang diselidiki dan dilidik,” ucap Laode dalam Rapat bersama Komisi III DPR RI, Rabu (27/11).

Rekomendasi itu ialah meminta agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak memasang flow meter untun mengukur pengangkatan menyik dan gas di Indonesia. KPK merekomendasikan agar hal tersebut tidak dilaksanakan karena tidak akan berjalan efektif.

"Kami sudah bilang itu enggak boleh, karena itu enggak akan efektif kajiannya, tetap dilaksanakan,” kata Laode. 

Selain Kementerian ESDM, Laode juga menyinggung soal permintaan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk pembukaan data hak guna usaha (HGU). Rekomendasi itu tak juga dilakukan. 

Di sektor pendidikan, Laode mengatakan bahwa KPK juga sudah meluncurkan aplikasi Jaringan Pencegahan Korupsi Indonesia atau JAGA yang bisa memantau anggaran yang diterima sekolah dan jumlah guru di Indonesia.

Untuk itu, Laode meminta peran DPR untuk turut serta melakukan pengawasan terhadap rekomendasi yang sudah disampaikan KPK ke kementerian atau lembaga. Menurutnya, banyaknya rekomendasi KPK yang tidak diindahkan ini menyebabkan pencegahan yang dilakukan KPK tak dihargai. 

Padahal, pencegahan merupakan yang selama ini dituntut dari KPK dari berbagai pihak, termasuk DPR RI. “Jadi banyak sekali rekomendasi KPK itu dan saya terus terang kadang agak merasa tidak dihargai, termasuk oleh bapak (DPR)," kata Laode dalam rapat. 

"We do a lot, tapi enggak pernah ditulis juga oleh teman teman media, kalau OTT ditulis banget,” kata Laode menambahkan. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement