Selasa 26 Nov 2019 18:47 WIB

Pengemudi Bentor Minta Kejelasan Operasional di Malioboro

Penyelesaian masalah bentor harus dimasukkan dalam perencanaan transportasi di Yogya.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Pengemudi becak motor (bentor) yang tergabung dalam Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) datangi DPRD DIY guna meminta kejelasan terkait pengoperasian bentor khususnya di kawasan Malioboro, Selasa (26/11).
Foto: Silvy Dian Setiawan.
Pengemudi becak motor (bentor) yang tergabung dalam Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) datangi DPRD DIY guna meminta kejelasan terkait pengoperasian bentor khususnya di kawasan Malioboro, Selasa (26/11).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pengemudi becak motor (bentor) yang tergabung dalam Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) mendatangi DPRD DIY, Selasa (26/11). Kedatangan tersebut guna meminta kejelasan terkait pengoperasian bentor khususnya di kawasan Malioboro.

Ketua PBMY, Parmin (54) mengatakan, ia dan pengemudi bentor lainnya mulai susah untuk beroperasi dan mencari nafkah di Malioboro. Bahkan, mereka merasa dibedakan dengan transportasi lainnya seperti andong dan becak kayuh.

"Sepanjang Malioboro, tempat untuk becak motor sedikit. Sudah penuh becak dan delman. Harapannya, kami bisa mengais rezeki di Malioboro," kata Parmin, di Gedung DPRD DIY, Yogyakarta, Selasa (26/11).

Ia menyebut, tempat mangkal yang disediakan pun tidak cukup. Hal itu menyebabkan mereka harus mangkal di luar kawasan Malioboro. 

Sehingga, menyebabkan pendapatan pengemudi bentor menjadi turun drastis. Pengemudi bentor yang tergabung dalam PBMY sendiri mencapai 1.500 bentor.

"Pendapatan rata-rata Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu sehari. Sekarang yang di luar Malioboro cuma bisa narik satu kali saja," ujarnya.

Untuk itu, pengemudi bentor meminta solusi agar mereka bisa mencari nafkah lagi di kawasan Malioboro. Sebab, kata Parmin, mereka sudah lama mangkal di Malioboro, bahkan lebih dari 10 tahun.

Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana mengatakan, pihaknya akan berupaya menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia mengatakan, harus ada regulasi yang pasti terkait keberadaan bentor di Yogyakarta.

"Kami berkomitmen sebelum tahun ketiga (setelah dilantik), masalah bentor bisa diselesaikan di Yogyakarta," katanya.

Kawasan Malioboro direncanakan akan dijadikan sebagai full semi pedestrian Pada 2020. Untuk itu, pembahasan maslaah tersebut harus secepatnya dilakukan.

"Memang Malioboro akan dijadikan kawasan pedestrian. Bagaimana nasib rekan-rekan becak dan bentor. Maka harus dilakukan pembahasan aturannya dari sekarang," jelasnya.

Menurutnya, penyelesaian masalah bentor ini harus dimasukkan dalam perencanaan transportasi di Yogyakarta. Sehingga, nantinya dapat menghadirkan bentor yang sesuai dengan aturan.

"Jangan menindak rekan-rekan bentor karena becak motornya. Kalau melanggar marka jalan, silahkan.Kalau dia bentor jangan dulu karena kita belum punya solusi saat ini," ujarnya.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arif Nugroho mengatakan, bentor tidak dipermasalahkan untuk mangkal di Malioboro. Namun, harus sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan yakni dengan tidak mangkal di pinggir jalan yang ada di Malioboro.

Sebab, dapat menyebabkan permasalahan lalu lintas di kawasan Malioboro. Lahan untuk bentor sendiri, katanya, sudah disediakan di Malioboro.

Namun, memang tidak mencukupi untuk seluruh bentor yang ada. Lahan tersebut, disediakan juga untuk becak kayuh dan andong.

"Malioboro mau dipakai ya tidak akan cukup. Justru itu harmoninya begitu dapat penumpang, isi lahan yang kosong (diisi oleh bentor lain yang belum mendapat penumpang). Seribu lebih bentor, Malioboro tidak akan cukup," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement