REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro
Deklarasi Bambang Soesatyo (Bamsoet) menjadi calon ketua umum Partai Golkar mengungkap adanya kesepakatan yang dilanggar antara Bamsoet dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Pelanggaran kesepakatan itu diungkap oleh kubu pendukung Airlangga.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD I Partai Golkar Sumatera Utara Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengaku tak terkejut dengan deklarasi yang dilakukan Bamsoet. Ia sudah menduga bahwa Bamsoet bakal melanggar komitmen yang telah disepakati antara Bamsoet dan Airlangga.
"Menurut saya itu sudah saya duga karena selama ini saya melihat pengalaman Pak Bambang Soesatyo ini seringkali melakukan pelanggaran-pelanggaran komitmen," kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11).
Doli mengaku sudah menduga bahwa Bamsoet akan maju sebagai caketum Partai Golkar lantaran tak pernah ada ketegasan untuk mundur dari kontestasi pemilihan caketum Partai Golkar ketika sudah didukung menjadi ketua MPR. Menurutnya hal itu merupakan indikasi bahwa Bamsoet bakal melanggar komitmen.
Kendati dianggap telah melanggar komitmen, hal tersebut tidak lantas membuat Airlangga bakal mencopot Bamsoet dari kursi ketua MPR. Menurut Doli, jika Airlangga tidak menginginkan Bamsoet sebagai ketua MPR, sejak awal dirinya tidak akan memberikan dukungan kepada Bamsoet untuk duduk di kursi ketua MPR.
"Jadi kami semua waktu itu sebenarnya tidak setuju Pak Bambang Soesatyo kita calonkan sebagai ketua MPR, tapi dengan ya, katakanlah kebaikannya Pak Airlangga lah untuk menjaga soliditas Golkar, untuk menjaga suasana kondusif bangsa dan negara, akhirnya ya kita berbagi. Pak Airlangga berbagi memberikan keihklasan terhadap itu," ujar Ketua Komisi II tersebut.
Ia meyakini Airlangga ada sosok yang baik dan berkomitmen. Menurutnya hal itulah yang membedakan antara Airlangga dengan Bamsoet.
"Airlangga itu sekali commit, commited. Kalau Pak Bambang tidak," ungkapnya.
Ketua DPP Ace Hasan Syadzily juga menilai Bamsoet telah melanggar kesepakatan. Namun, Ace menyatakan, Partai Golkar tidak akan menghalangi siapapun untuk maju menjadi menjadi calon ketua umum Partai Golkar, termasuk Bamsoet.
"Khusus untuk Pak Bamsoet, kami tidak pernah menghalangi beliau untuk maju menjadi caketum. Kami hanya ingin mempertanyakan soal komitmen yang pernah diucapkannya di depan publik soal kesepakatannya untuk memberikan dukungan kepada Pak Airlangga sebagai Ketua Umum Partai Golkar," ujarnya.
Sementara, soal apakah Bamsoet melanggar komitmen, itu menjadi urusannya sendiri. Menurutnya hal itu biar menjadi penilaian masyarakat dan kader Partai Golkar.
"Seorang pemimpin itu dilihat dari keteguhannya memegang janji dan komitmen yang sudah diketahui masyarakat luas," tuturnya.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kanan) berjabat tangan dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kedua kanan) yang disaksikan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (ketiga kanan) dan Tokoh Senior Partai Golkar Akbar Tanjung, pada pembukaan Rapimnas Partai Golkar di Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Penjelasan Bamsoet
Dikonfirmasi terpisah, Bamsoet membenarkan adanya kesepakatan antara dirinya dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto untuk menjaga kondusivitas di internal Partai Golkar. Ia mengungkapkan bahwa kesepakatannya dengan Airlangga tersebut semacam gentlemen agreement.
"Bahwa kita berdua dihadapkan pada situasi dan kondisi yang harus mau tidak mau bahwa Partai Golkar jelang pelantikan presiden harus kondusif. Dan saya menyatakan diri untuk cooling down karena kita menghadapi demonstrasi mahasiswa yang luar biasa ketika itu," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (22/11).
Salah satu bentuk kesepakatan itu di antaranya disepakatinya Bamsoet sebagai Ketua MPR. Kesepakatan itu, lanjut Bamsoet, turut disaksikan oleh Agus Gumiwang Kartasasmita dan Adies Kadir.
"Dengan suatu kondisi bahwa seluruh pendukung-pendukung saya harus ada juga upaya-upaya rekonsiliasi kedua belah pihak. Dan ada komitmen bahwa para pendukung saya dipulihkan kembali posisinya ke semula dan dirangkul dalam penyusunan AKD dan kepengurusan Partai Golkar," ungkapnya.
Namun dalam perjalanannya, Bamsoet mengatakan bahwa bukan rekonsiliasi yang didapat, melainkan justru para pendukungnya digusur habis. Bahkan, sebagian pendukung dirinya juga ada yang ditempatkan di komisi yang tidak sesuai dengan bidangnya dan tidak diminati oleh yang bersangkutan.
"Sehingga itulah yang kemudian yang pada akhirnya membuat saya pada posisi sulit dan tidak bisa lagi terus menerus berpegang pada posisi yang coolling down," akunya.
Ia membantah jika dikatakan bahwa dirinya melanggar komitmen yang telah disepakati. Menurutnya keputusan dirinya maju sebagai caketum Partai Golkar lantaran adanya komitmen yang tidak dipenuhi.
"Karena saya dalam posisi sulit, para pendukung saya sudah melakukan pengorbanan karena mendukung," tuturnya.
Bamsoet telah memastikan maju dalam pemilihan calon ketua umum Partai Golkar periode 2019-2024. Namun, Bamsoet enggan mengungkapkan berapa dukungan yang telah dirinya terima.
"Saya tentu tidak akan menyampaikan yang hari ini saya sampaikan, kalau saya tidak memiliki kalkulasi politik yang matang," kata Bamsoet.
Bamsoet mengaku telah mengkalkulasi dukungan terhadapnya sebelum akhirnya memastikan maju sebagai caketum Partai Golkar. Namun, ia mengklaim bahwa dirinya telah mengantongi dukungan lebih dari setengah pemilih suara.
"Saya tentu harus hitung kembali dan kroscek apakah saya benar-benar dibutuhkan oleh daerah. Saya sudah keliling dan komunikasi dengan daerah-daerah, dan hari ini saya maju dengan perhitungan matang," ucapnya.
Bamsoet juga mengungkapkan alasan dirinya maju sebagai caketum Partai Golkar. Selain adanya desakan dari kader, salah satunya adalah semakin tergerusnya elektoral Partai Golkar.
Bamsoet menuturkan Partai Golkar telah mengalami penurunan jumlah kursi yang signifikan dalam empat periode pemilu terakhir. Partai Golkar terhitung telah kehilangan lebih dari 43 kursi dari semula 128 kursi pada 2004 menjadi 85 kursi pada pileg 2019.
"Ironisnya penambahan jumlah pemilih pada pemilu 2019 yang seharusnya berdampak positif bagi suara Golkar, justru sebaliknya, Golkar kehilangan lebih dari satu juta suara dibanding pemilu sebelumnya," ujarnya.
Perebutan Kursi Nomor 1 Golkar