Senin 25 Nov 2019 08:14 WIB

Trump Pecahkan Rekor Dukungan Terhadap Israel

Donald Trump terus perkuat dukungan kepada Israel dan makin menindas Palestina

 Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto:

Kini, warga Palestina pun hanya dibolehkan tinggal di area sekitar 7,5 kilometer persegi yang merupakan 13 persen dari wilayah Yerusalem Timur (sekitar 72 kilometer persegi) dan 7,5 persen dari seluruh Yerusalem (sekitar 126 kilometer persegi).

Menurut beberapa sumber di Timur Tengah, tiga kebijakan Presiden Trump tadi merupakan langkah awal sebelum merilis the big deal of the century alias shafaqatu al-qarn atau kesepakatan abad ini. The big deal merupakan gagasan Trump untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah sebagai kerangka untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.

Namun, the big deal—kini sedang dimatangkan Jared Kushner dan akan dirilis menjelang pemilihan presiden AS—tidak menyebutkan konsep dua negara: Palestina-Israel yang hidup berdampingan, sebagaimana disepakati masyarakat internasional. Dalam konsep ini, Palestina akan berdiri di atas sebagian wilayah di Tepi Barat tanpa kedaulatan penuh.

Bagian wilayah Tepi Barat lain yang telah dibangun permukiman Yahudi akan menjadi wilayah Israel, begitu juga dengan Yerusalem. Sedangkan, desa-desa di timur Yerusalem yang kini diduduki Israel, yaitu Desa Shuafat, Jabar al-Mukaber, Issawiya, dan Desa Abu Dis, akan dijadikan sebagai ibu kota Palestina.

Sedangkan, untuk Gaza, gencatan senjata jangka panjang akan diterapkan, blokade ekonomi akan dicabut, pelabuhan internasional akan dibangun, dan pekerjaan serta pelayanan untuk 2 juta warga Palestina di Gaza akan dijamin dan ditingkatkan.

Kesepakatan itu juga mencakup konfederasi Palestina dengan Yordania dan memindahkan sebagian warga Palestina ke Sinai, Mesir. Sebagai imbalannya, Mesir dan Yordania akan menerima miliaran dolar untuk membantu meningkatkan perekonomian di dua negara itu.

Sebagai pebisnis yang menjadi presiden negara adikuasa, Trump tentu sudah berhitung. Protes berbagai masyarakat internasional hanyalah sesaat, seperti ketika ia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan Golan bagian dari negara Zionis itu.

Hal lain yang menyebabkan Trump berani mengambil keputusan kontroversial, menurut pengamat politik Timur Tengah dari Suriah, Fayez Sarah, karena dunia internasional kini sedang lemah. Palestina pecah antara Hamas dan Fatah.

Negara-negara Arab tidak akur. Begitu pula dengan negara-negara Islam (berpenduduk mayoritas Muslim). Tidak ada satu pihak pun, termasuk PBB dan negara-negara besar seperti Cina, Rusia, dan Inggris, berani mengambil sikap konfrontatif terhadap Presiden Trump.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement