Senin 18 Nov 2019 19:46 WIB

Pengembalian Pilkada ke DPRD akan Ubah Kinerja Kepala Daerah

Saat dipilih oleh DPRD, sengketa pemilihan pasti saja muncul.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Ketua DPD Golkar Jabar, Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua DPD I Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, wacana pengembalian Pemilihan Kepala Daerah ke Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) akan mengubah kinerja kepala daerah itu sendiri.

Menurut Dedi, saat dipilih oleh rakyat, para calon kepala daerah berebut simpati rakyat dengan menunjukkan prestasi terbaik sementara ketika dipilih oleh DPRD, kepala daerah cukup loyal pada legislator saja.

"Cukup menyenangkan anggota DPRD saja, karena yang memilihnya kan anggota DPRD," kata Dedi kepada wartawan, Senin (18/11). 

Dikatakan Dedi, kerawanan pemilihan kepala daerah oleh DPRD akan sama dengan Pilkada langsung. Karenanya, yang diperlukan adalah mencari solusi cara menyikapinya, bukan mengubah sistem baik yang telah berjalan. 

Mantan bupati Purwakarta dua periode ini menyebut, saat dipilih oleh DPRD, sengketa pemilihan pasti saja muncul bahkan sampai pernah terjadi pembakaran kantor DPRD. "Karena ketika tidak sesuai dengan kehendak rakyat sasarannya jelas dan bisa dimobilisasi oleh calon yang kalah. Makin ke sini justru konflik semakin berkurang karena sengketa dibawa ke Mahkamah Konstitusi," ucap dia.

Perihal biaya yang mahal, Dedi menilai, Mendagri tak bisa memukul rata. Karena ada karakteristik daerah yang berbeda-beda. Selain itu tak menjamin pemilihan di DPRD juga akan minim biaya dan terbebas dari perilaku politik uang. Dia menegaskan dua-duanya sama-sama rentan.

"Begitu juga ketika dihubungkan dengan perilaku koruptif kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Banyak juga pejabat yang korupsi tapi bukan karena dipilih oleh rakyat," ucap dia.

Oleh karena itu, Dedi menilai, hendaknya semua pihak menjunjung tinggi proses demokrasi yang saat ini sudah berjalan dengan baik. Meski tak menampik banyak yang perlu dievaluasi, tetapi Pilkada langsung masih efektif, dan rakyat sudah mulai terbiasa. 

Kandidat yang maju pun sudah teruji karena sebelum mencalonkan diri kapasitas mereka diukur oleh popularitas dan elektabilitas. "Tidak juga faktor uang itu satu-satunya, elektabilitas yang penting. Kalau hanya faktor uang, punya uang enggak ada elektabilitas juga ya buang uang ke laut. Elektabilitas itu muncul dari kepercayaan publik. Kalau punya elektabilitas tanpa money politic pun bisa menang," ucap dia.

Proses ini pun cukup membuat penyaringan calon kepala daerah berjalan baik. Di Jabar misalnya, Dedi kokoh pada elektabilitas sebelum menentukan calon yang maju.

"Tidak ada yang ribut, tidak ada pendaftaran pun enggak apa-apa kalau elektabilitasnya baik. Sebaliknya kalau dari DPRD terjadi sentralisasi. Semuanya berebut pengaruh pusat," ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement