REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Jangan kaget jika warga Eropa, khususnya Inggris, tidak lagi mengidentikan Islam di Indonesia, sebagai ajaran yang intoleran dan radikal. Anggapan miring sebagian warga Eropa terkait Islam di Indonesia, baru-baru ini berhasil ditangkis oleh lima ulama muda asal Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Kelima ulama asal Jabar itu adalah Wifni Yusifa, Ridwan Subagya, Ihya Ulumudin, Beni Safitri, dan Hasan Al-Banna. Mereka lolos dalam program English For Ulama (EFU), yang diinisiasi oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Saat program EFU dibuka, lebih dari 200 ulama asal Jabar mendaftar ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Ratusan ulama itu diseleksi hingga mengerucut menjadi 30 nama, lalu kembali disaring menjadi lima terbaik. Lima ulama terbaik itu sengaja diberangkatkan ke Inggris untuk berdialog, berdakwah, dan berdiskusi dengan kalangan muslim maupun non-muslim.
Sejumlah Ulama Jabar di London dalam Program English for Ulama yang digagas Gubernur Jabar Ridwan Kamil
Mereka menjalankan misi perdamaian ke Inggris 4 - 14 Nopember 2019 dengan tenaga pendamping EFU Agus Ahmad Syafei. Beberapa kota yang dituju oleh ulama tersebut, di antaranya London, Bristol, Glasgow, Manchester, Birmingham, Southampton, Oxford, dan Cambridge. Rencana awalnya, mereka hanya diminta berdialog dengan komunitas muslim dan non muslim terkait indahnya Islam di Indonesia yang penuh dengan toleransi.
Mereka juga diminta menyampaikan luhurnya budaya Indonesia, khususnya budaya Jabar, dan nilai Pancasila yang mengilhami kehidupan bangsa Indonesia yang super heterogen. Misi yang dijalankan oleh kelima ulama itu melebihi ekspetasi.
Kehadiran mereka di Inggris justru disambut oleh setumpuk undangan dadakan dari kelompok dan lembaga yang ingin mengetahui informasi sebenarnya terkait Islam di Indonesia. ‘’Alhamdulillah, mereka diundang juga parlemen Inggris, DPR-nya Inggris, diundang oleh para wali kota, bahkan Kepolisian di Inggris juga turut mengundangnya,’’ ujar Emil, panggilan akrab Gubernur Jabar Ridwan Kamil.
Salah seorang Ulama Jabar dalam Program English For Ulama saat memimpin Shalat Jumat di London
Dalam perkembangan perjalanannya, mereka juga diminta menjadi imam shalat, khotib Jumat, dan bertausyiah dalam peringatan Maulid Nabi di sejumlah tempat di Inggris. Komunitas IPB (India, Pakistan Bangladesh) dan komunitas Arab dan Maghribi (Islam Afrika Utara) tidak ingin ketinggalan mendapatkan siraman agama dari delegasi ulama Jabar tersebut.
Hingga Kampus Glasgow University pun dijadikan tempat yang dihinggapi oleh salah satu ulama Jabar, Ihya Ulumudin. Di kampus kelahiran Einstein dan James Watt itu, Ustaz Ihya Ulumudin asal Purwakarta itu mengumandangkan syiar Islam.
Semua syiar yang disampaikan dengan Bahasa Inggris itu meninggalkan respons positif pada warga Inggris. Seluruh komunitas, instansi pemerintah, parlemen dan kepolisian di Inggris antusias berinteraksi dengan kelima ulama Jabar. Kebanyakan dari warga Inggris itu menitipkan salam takjim ke Kang Emil, dan berpesan agar kembali menyelenggarakan program EFU.
Maulid Nabi SAW di Bristol yang dihadiri lima ulama muda Jabar.
Mendengar respons positif atas Program EFU, Emil memastikan untuk memaksimalkan EFU setiap tahunnya. Pihaknya bercita-cita menjadikan EFU sebagai program yang mendunia. ‘’Nanti kita siapkan ke Amerika, sehingga kita mendominasi bahwa keislaman masa depan itu adanya di Indonesia," tegasnya.
Di Jabar, lanjut Emil, kebebasan beragama sangat dihormati dan sikap toleran sangat dijunjung tinggi. Kondisi itu, papa dia, perlu diketahui oleh pihak di Barat dan di Eropa, yang sering kali salah persepsi.
Saat di Inggris, Emil sempat mendapat informasi ketika mengetik kata 'Islam' pada katalog buku di perpustakaan, maka kebanyakan yang muncul adalah terorisme dan radikalisme. Sudah saatnya persepsi negative terhadap Islam diakhiri, dan English For Ulama merupakan salah satu upayanya.