Jumat 15 Nov 2019 08:40 WIB
KPK

KPK Imbau Transparansi Anggaran

KPK Imbau Transparansi Anggaran Negara

Rep: Ronggo Astungkoro, Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Subarkah
Gedung KPK
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terkait perintah percepatan belanja oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyatakan, pihaknya mengawasi bagaimana pemerintah pusat dan daerah melakukan penyusunan dan penggunaan anggaran negara. Pengawasan itu dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Prinsipnya, langsung tidak langsung KPK mengikuti bagaimana pusat dan daerah melakukan penyusunan dan penggunaan anggaran negara,\" kata Saut menjelaskan melalui pesan singkat, Kamis (14/11).

Saut juga menyampaikan imbauan kepada pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah. Ia mengatakan, seharusnya penyusunan anggaran dilakukan melalui sistem yang ada, mulai dari tingkat desa dan kota. Penyusunan tersebut pun harus dilakukan secara sistematis agar semua menjadi transparan dan akuntabel.

"Seharusnya, susunlah anggaran lewat sistem yang ada, mulai dari tingkat desa dan kota, secara sistematis. Agar semua menjadi transparan dan akuntabel dan terhindar dari konflik kepentingan," ujar dia.

Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan, diperlukan solidaritas dan sinergi Forkopimda untuk pencegahan korupsi dan operasi tangkap tangan (OTT) di daerah.

“Untuk solidaritas, Forkopimda ini perlu kita sinergikan dan evaluasi dengan baik. Pasti teman-teman di daerah mendengar apa yang terjadi di daerah masing-masing. Oleh karena itu, saya malah ingin titip pesan pada Pak Kejakgung dan Pak Kapolri kalau misalnya ada OTT, berarti tidak berjalan, tidak bersinergi dengan baik. Perlu kemudian dievaluasi supaya pencegahan itu betul-betul berjalan,” kata dia dalam siaran pers, kemarin.

Agus juga menjelaskan tentang penguatan inspektorat daerah untuk pencegahan korupsi. Menurut dia, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah akan berjalan efektif sebagai pencegahan korupsi.

“PP yang baru, yaitu Nomor 72 Tahun 2019 mengenai penguatan inspektorat di daerah, kalau inspektoratnya bekerja, mudah-mudahan yang namanya pencegahan bisa berjalan dengan baik dan juga diikuti dengan permendagri,” ujarnya.

Ia menekankan, KPK mendorong inspektorat daerah untuk melakukan pengawasan sekaligus menemukan indikasi kerugian negara. Dengan demikian, nantinya hasil temuan dapat dilaporkan.

“Jika menemukan indikasi kerugian negara kemudian melakukan pemeriksaan, dan dilaporkan kepada bupati di kabupaten, wali kota di kota, gubernur di tingkat provinsi, kemudian ke Kemendagri, yang dilapokan dimonitor bekerja sama dengan aparat pengawasan internal, mudah-mudahaan OTT-nya berkurang dan pengawasannya yang menonjol,” katanya menjelaskan.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengimbau kepada seluruh pemerintah daerah agar dapat lebih efisien dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kebutuhan belanja perjalanan dinas.

Menkeu menilai, adanya inefisiensi terhadap penggunaan APBD dengan sekitar 13,4 persen dari total anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat ke daerah digunakan untuk melakukan perjalanan dinas.

“Tolong untuk perjalanan dinas setahun sekali saja, jangan wira-wiri. Sehingga, wira-wirinya itu 13,4 persen sendiri dari APBD dan belum unit //cost//-nya juga lebih mahal,” katanya dalam acara Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa 2020, di kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis.

Tak hanya itu, Sri Mulyani juga menyebutkan porsi belanja pegawai yang terbilang sangat tinggi, yaitu mencapai 36 persen dari total APBD, serta belanja jasa kantor, yaitu sebesar 17,5 persen dari total APBD. “Jadi Bapak, Ibu sekalian kalau dilihat perjalanan dinas dan jasa kantor itu sudah 31 persen sendiri, itu belum belanja pegawai tadi, 36 persen,” ujarnya.

Ia menuturkan, sekitar 70 persen dari total APBD justru digunakan untuk membiayai keperluan pegawai daerah, sedangkan 30 persen sisanya baru dipakai untuk kebutuhan masyarakat. “Hampir 70 persen untuk mengurus orang-orang pemda. Makanya, sisa-sisa untuk rakyat, itu kan salah,” kata dia.

Sri Mulyani menegaskan, seharusnya APBD dapat sepenuhnya dimanfaatkan untuk membantu masyarakat setempat agar kehidupannya lebih sejahtera dan terjamin sehingga diharapkan pemerintah daerah dapat lebih efisien dalam menggunakan anggaran.

Ia pun meminta agar pemerintah daerah dapat meneliti dan mendalami terkait kegiatan-kegiatan yang bisa lebih diprioritaskan dalam menggunakan anggaran tersebut. “Jadi, tolong dilihat betul karena alokasi belanja daerah APBD kurang fokus. Program dan kegiatan itu bermacam-macam, padahal Pak Presiden mengatakan fokus saja,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement