REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya beranggapan, kesimpulan polisi untuk menetapkan tersangka di Medan sebagai lone wolf (bekerja sendiri) hanya persepsi. Sebab menurut dia, penetapan tersebut melihat dari apa yang tampak.
“Keputusan kepolisian menyebut aksi itu lonewolf hanya perbedaan sudut pandang saja,” ujar dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Kamis (14/11).
Dia menegaskan, pengategorian lone wolf oleh kepolisian dimungkinkan karena aksi yang dilakukan di lapangan dilakukan seorang diri. Selain aksi tersebut, pertimbangan lone wolf lainnya juga didasari pelaku yang ada di luar data mitigasi dari aparat keamanan, khususnya Densus dan BNPT.
“Kategori ini adalah orang-orang yang tidak masuk pantauan, dan di luar dugaan,” tuturnya.
Ia menambahkan, dalam konteks aksi di lapangan pelaku memang sendiri. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa pelaku telah terhubung dengan pihak lainnya, sebelum melakukan aksi di Polresta Medan.
“Hubungan yang dimaksud tersebut setidaknya dilakukan dengan pihak yang sepaham atau bahkan jaringan tertentu,” tuturnya.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Dedi Prasetyo (tengah) saat konferensi pers pengungkapan identitas pelaku ledakan bom Polrsetabes Medan, di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11).
Namun demikian, menurut dia, diketahui juga bahwa pelaku bom di Medan itu memiliki interaksi dengan pihak lain. Bahkan sambungnya, orang tersebut dianggap melek teknologi. “Dia kan Youtuber juga,” ucapnya.
Dengan latar belakang yang kerap kali menggunakan berbagai sosial media itu, ia menduga jika pelaku memiliki interaksi dengan banyak orang. Terlebih dimungkinkan juga pelaku secara otodidak belajar melakukannya, sehingga masih bisa dikategorikan lonewolf.
“Tapi menurut analisa saya, orangnya ini memang terhubung dengan banyak pihak. Bahkan ada kemungkinan terjadinya komunikasi spesifik,” ujar dia.
Ketika ditanya pelaku yang masih berstatus mahasiswa ia tidak menampiknya. Namun demikian menurut dia, paparan radikal bisa masuk ke dalam pikiran siapa saja, tanpa dibatasi umur ataupun profesi tertentu.
“Enggak, itu bisa nyasar ke siapa aja, kita engga bisa segmented melihatnya, jadi siapa aja bisa,” ungkap dia.
Sebelumnya, Mabes Polri mengungkap identitas pelaku tunggal ledakan bom di Polrestabes Medan, Sumatra Utara. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, dari sidik jari yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP), polisi menyebut, pelaku bernama Rabbial Muslim Nasution (RMN).
"Dari sidik jari itu Inafis berhasil mengidentifikasi pelaku. Pelaku ini atas nama inisial RMN usia 24 tahun," kata Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/11).
Dedi menyebut, pemuda yang lahir di Medan, Sumatra Utara itu berstatus pelajar atau mahasiswa. Selain itu, sambung Dedi, dugaan sementara pelaku melakukan aksi bom bunuh diri itu sendiri (lone wolf) atau tanpa terlibat jaringan teroris manapun.
"Dugaan sementara pelaku melakukan aksi ini lone wolf. Sementara itu lone wolf melakukan suicide bomber (bom bunuh diri)," ungkap Dedi.