REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog Universitas Pancasila Aully Grashinta mengatakan, orang yang memiliki senjata api akan cenderung menjadi lebih percaya diri. Sebab, benda mematikan itu dijadikan sebagai kompensasi atas kelemahan dirinya.
"Oleh karena itu penggunaan senjata api memerlukan kematangan dalam berpikir dan mengambil keputusan," kata Aully ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/11).
Selain membuat lebih berani, memiliki senjata api juga akan mendorong pemiliknya untuk berlaku reaktif. "Memiliki dan membawa senjata api tentu mendorong pemiliknya untuk menggunakannya. Terutama saat dirasakan berada pada kondisi tertekan," ucap Aully.
Sebelumnya seorang kontraktor dilaporkan tertembak senjata api oleh pegawai negeri sipil berisnial IN di Majalengka, Jawa Barat, pada Ahad (10/11) malam. IN diketahui merupakan anak dari Bupati Majalengka Karna Sobahi.
Berdasarkan keterangan polisi, penembakan berawal ketika korban menagih pengerjaan proyek. Ternyata terjadi adu fisik antara rekan IN dan rekan korban. IN pun menembakkan senjata api yang ia didapatkan sebagai anggota Persatuan Menembak Sasaran dan Berburu Indonesia (Perbakin). Korban pun terluka pada bagian tangan.
Menurut Aully, saat seseorang dalam kondisi tertekan, reaksi umumnya memang mempertahankan diri atau menyerang. Tapi, bagi orang yang memiliki senjata api, tentu benda mematikan itu akan jadi salah satu sarananya untuk memberikan reaksi.
Aully menjelaskan, tindakan seperti yang dilakukan IN itu bukanlah kali pertama terjadi. Ia pun menilai, memang masih banyak pemilik senjata api di Indonesia yang tidak matang secara psikologis.
Pada orang yang lebih matang, lanjut Aully, tentu ia punya pertimbangan yang lebih banyak untuk pengambilan keputusan. "Tidak hanya terpengaruh oleh dorongan emosi, tetapi juga menggunakan akal pikiran secara logis," jelas Aully.