REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut tingkat kunjungan wisatawan ke destinasi wisata yang dikelola pemerintah daerah setempat hingga triwulan III 2019 mengalami penurunan. Angkanya turun sekitar 12 persen dibanding periode sama pada tahun lalu.
"Kalau triwulan III tahun lalu kunjungan wisata sudah dapat di angka sekitar 3,1 juta orang, tetapi di triwulan III tahun ini baru di angka sekitar 2,8 juta orang. Turun sekitar 10 persen sampai 12 persen," kata Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Bantul Kwintarto Heru Prabowo di Bantul, Selasa (12/11).
Ia tidak mengetahui penyebab pasti penurunan tingkat kunjungan wisatawan ke Bantul pada tahun ini. Penurunan namun diduga karena pengaruh tiket pesawat mahal.
Bahkan, kata dia, penurunan kunjungan wisatawan juga dirasakan di kabupaten/kota lain di wilayah DIY. Selain faktor transportasi, penurunan kunjungan wisatawan juga dimungkinkan ada destinasi wisata baru di daerah lain yang menjadi tren atau tujuan favorit wisatawan.
"Kalau ini fenomena, karena banyak daerah juga mengatakan itu (kunjungan turun), bahkan ketika kemarin ke Bali juga turun tahun ini, saya tidak tahu apakah karena ada destinasi lain yang sekarang agak ada peningkatan. Tetapi banyak pihak menyatakan termasuk Yogya ada penurunan," katanya.
Dia mengatakan penurunan tingkat kunjungan wisatawan tersebut merata di hampir semua objek wisata beretribusi di Bantul atau yang dikelola pemda. Tetapi dari data kunjungan wisata itu kawasan Pantai Parangtritis dan Depok tetap menjadi primadona atau dapat kunjungan terbesar dari objek wisata lainnya.
Kwintarto juga mengatakan jumlah kunjungan wisatawan yang sekitar 2,8 juta orang itu belum termasuk data kunjungan ke objek wisata yang dikelola masyarakat. Misalnya desa wisata seperti di Mangunan Dlingo, serta beberapa sentra kerajinan, yaitu Kasongan dan Manding.
"Kalau total kunjungan wisatawan ke Bantul itu per tahun bisa di angka 8 jutaan orang, dan angka 2,8 juta orang wisatawan itu dari objek yang kita kelola, jadi di desa-desa wisata seperti Dlingo, Manding, Kasongan atau yang tidak beretribusi itu lebih banyak, cuma tidak terdata di kami," katanya.