REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Ruby Kholifah menuturkan ada faktor internal dan relasi antarnegara yang membuat penanganan terorisme lemah. Dia juga tidak melihat penanganan ini lemah karena narasi AS yang membiayai ISIS.
"Saya tidak melihat penanganan terorisme lemah karena Amerika membiayai ISIS. Justru yang melemahkan menurut saya di internal sendiri dan relasi antar negara-negara lain," tutur dia kepada Republika.co.id, Senin (11/11).
Internal misalnya, lanjut Ruby, pendekatan masyarakat masih belum maksimal dilakukan. Selain itu menurut dia, penanganannya juga belum melibatkan organisasi masyarakat sipil (CSO) dan masih setengah hati. "Artinya CSO masih belum menyeluruh dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting," tuturnya.
Kemudian, Ruby menerangkan, penanganan ini lemah juga karena pengarusutamaan gender yang tidak maksimal diimplementasikan. "Menganggap ini urusan laki-laki padahal kita tahu perempuan dan anak dipakai (untuk tindakan terorisme)," katanya.
Ruby melanjutkan, institusi pemerintah yang menanganinya juga belum seimbang memainkan koordinasi antarkementerian dan ke masyarkat sipil. Sedangkan faktor eksternalnya, papar dia, yakni ASEAN di mana masih ada isu-isu sensitif yang dianggap bisa merusak kedaulatan. "Jadi kolaborasi antarnegara juga tidak bisa leluasa. Misalnya mau merespons Myanmar masalah Rohingya, Myanmar enggak suka dengan itu," tutur dia.
Ruby mengatakan, jika perspektif gender ini tidak diarusutamakan, maka situasinya akan seperti ini terus. Dia pun mendorong agar pengarusutamaan gender ini menjadi strategi nasional. Bila tidak demikian, pemerintah akan terus melihat perempuan dan anak dilibatkan dalam aksi terorisme.
"Pemerintah harus menempatkan perspektif gender ini untuk meredam aksi-aksi teror yang melibatkan perempuan. Mengapa, karena perempuan punya kekuatan jangkauan jaringan sosial yang sangat baik dan peran sebagai aktor perdamaian itu akan maksimal dia lakukan," ucapnya.