REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jawa Timur (Jatim) memberi sejumlah evaluasi untuk pilkada serentak selanjutnya. Masukan ini diberikan berdasarkan temuan yang diperoleh pada pemilu sebelumnya.
"Kami punya beberapa catatan dari proses verifikasi parpol sebagai peserta pemilu, sampai dengan proses perhitungan dan pemungutan suara yang memakan korban pahlawan demokrasi," ujar Komisioner Bawaslu Jatim, Purnomo Satriyo Pringgodigdo, Senin (11/11).
Menurut Purnomo, catatan evaluasi tersebut harus ditindaklanjuti bersama. Tidak hanya oleh Bawaslu, tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU) semua tingkatan. Hal ini termasuk dengan peserta yang merupakan pihak langsung dalam pelaksanaan pemilu.
Catatan pertama, terkait pendaftaran partai politik. "Kemarin penggunaan Sipol (sistem Informasi Partai Politik) yang dianggap wajib. Kemudian kami putuskan itu menjadi syarat pelengkap saja," kata Purnomo.
Selanjutnya, catatan perihal isu napi koruptor masih menjadi pembahasan utama dalam Pilkada. Kemudian munculnya rekomendasi menggunakan e-Rekap pada proses pemungutan dan penghitungan suara di pilkada selanjutnya. Purnomo berharap, masukan tidak hanya dapat diterapkan untuk pemilu 2024, tetapi pilkada 2020.
Di sisi lain, Purnomo juga mengungkapkan, terdapat 3.000 temuan pelanggaran Pemilu di Jatim sebelumnya. Menurutnya, jumlah tersebut mengindikasikan temuan Jatim merupakan terbanyak di Indonesia. Sementara laporan pelanggaran dari masyarakat belum terlalu banyak.
Purnomo menjelaskan, 70 sampai 80 persen pelanggaran di Jatim terjadi saat masa kampanye. Antara lain, saat pemasangan APK, politik uang dan ketidaknetralan ASN. "Ada beberapa dan sifatnya langsung kita limpahkan ke KASN," tambahnya.