Selasa 12 Nov 2019 02:30 WIB

3 Pengertian Radikal Menurut Menko Polhukam, Apa Saja?

Radikal menurut agama disebut dengan takfiri.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Nashih Nashrullah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, di Media Center Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (29/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menjelaskan pengertian radikal bagi hukum di Indonesia. Menurutnya, ada tiga jenis radikal, yakni takfiri, jihadi, dan pemikiran atau ideologis.

"Bagi hukum kita, radikal itu setiap upaya untuk membongkar sistem yang sudah mapan, yang sudah ada dalam kehidupan bernegara, dengan cara kekerasan. Dengan cara melawan orang lain yang berbeda dengan dia," ujar Mahfud dalam pertemuan dengan tokoh masyarakat di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (11/11) malam.  

Baca Juga

Dia kemudian menyebutkan, radikal terbagi menjadi tiga. Pertama, dalam bentuk takfiri, yang berkaitan dengan agama. Menurutnya, tindakan radikal dalam bentuk takfiri itu selalu mengatakan orang lain yang berbeda sebagai kafir dan kemudian memusuhi, bahkan mendiskriminasi orang lain tersebut. 

"Sebenarnya mau bilang kafir nggak apa-apa. Mau berkesimpulan orang lain kafir kan nggak apa-apa. Tapi jangan dimusuhi. Karena kafir lalu didiskriminasi, selalu diejek, dimusuhi. Itu takfiri," jelasnya. 

 

Kemudian yang kedua adalah radikal jihadi, yakni orang yang melalukan tindakan radikal berupa pembunuhan, dalam bentuk pengeboman misalnya. Radikal yang ketiga, kata Mahfud, adalah radikal secara ideologis atau pemikiran. Menurut Mahfud, jenis radikal ketiga itu selalu bergerak. 

"'Pokoknya ini harus diganti sistemnya,' gitu. Nah yang satu dan dua ada hukumnya. Bisa ujaran kebencian yang pertama, yang kedua terorisme. Yang ketiga, itu harus dilawan dengan wacana juga," terang dia.  

Dia pun mengaku tidak pernah memerintahkan orang lain yang berwacana seperti itu ditangkapi. Berbeda dengan orang yang melakukan pengeboman maupun menjelek-jelekan orang lain yang memamg bisa diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.  

"Tapi kalau orang berdiskusi ya kita layani diskusi. Maka saya katakan, kita layani diskusi tanpa harus menindak mereka secara hukum karena secara hukum itu sudah ada aturannya," tutur dia. 

Pada kesempatan itu, Mahfud juga menerangkan, pengertian radikal secara umum bisa diartikan negatif maupun positif. Itu karena sifat dari pengertian secara umum yang berbeda dengan pengertian stipulatif yang ada di dalam hukum. 

"Ada yang bilang radikal itu kan bagus. Semua perubahan itu harus dimulai dari radikalisme. Kita merdeka juga karena radikal. Itu pengertian umumnya. Sehingga saya katakan kalau mencari pengertian radikalisasi dalam pengertian umum bisa bagus, bisa positif, bisa negatif," jelasnya.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement