Senin 11 Nov 2019 23:06 WIB

Soal Eks Koruptor, KPU Dorong Revisi UU dengan Cepat

KPU melihat calon kepala daerah eks koruptor bermasalah.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) didampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting (kiri) mengikuti rapat bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, jakarta, Senin (11/11/2019).
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman (kedua kiri) didampingi Komisioner KPU Evi Novida Ginting (kiri) mengikuti rapat bersama Komisi II DPR di kompleks Parlemen, jakarta, Senin (11/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menyebut bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri pada pilkada hanya akan dimasukkan dalam Peraturan KPU (PKPU). Namun, jika Komisi II DPR ingin hal tersebut masuk ke dalam undang-undang, ia berharap agar revisi dilakukan dengan cepat.

"Kalau (Komisi II) mau di undang-undang saya mendorong agar revisi UU dilakukan dengan cepat sehingga sebelum pencalonan itu sudah selesai," ujar Arief di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (11/11).

Baca Juga

Arief menjelaskan, mayoritas anggota Komisi II menyetujui larangan mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri. Namun, mereka mempermasalahkan peletakan aturan dalam PKPU atau undang-undang.

"Tidak ada yang melarang substansinya, bahwa semua setuju untuk namanya memerangi korupsi ini. Yang mereka tidak setuju kan cara menempatkan normanya di PKPU atau di UU," ujar Arief.

Di samping itu, KPU tak mempermasalahkan pihak yang melakukan judicial review terhadap larangan tersebut. Namun melihat fakta di lapangan, kepala daerah yang merupakan mantan terpidana korupsi selalu bermasalah. Arief mengatakan bahwa pihaknya akan tetap memperjuangkan hal tersebut.

"Kalau orang sudah ditangkap, sudah menjalani pidana, mestinya kan mereka dikasi kesempatan untuk bertobat, untuk dapat kesempatan lagi. Tapi nyatanya faktanya sekarang gugur lagi argumentasi itu," ujar Arief.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement