REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Nasional Demokrat (Nasdem) rampung melaksanakan Kongres II di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Senin (11/11). Dalam kesempatan itu, partai yang diketuai Surya Paloh tersebut menegaskan komitmennya untuk tetap mengawal pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Posisi Nasdem jelas, Nasdem adalah partai yang mengusung dan akan menjaga pak Jokowi sampai 2024," kata Ketua DPP Nasdem Bidang Media dan Komunikasi Publik Charles Meikyansah di Jakarta usai penutupan Kongres II.
Dia memastikan kesetiaan Nasdem kepada Presiden Jokowi akan tetap sama seperti saat partai tersebut menyatakan dukungan pada 2014 lalu. Secara historis, dia mengatakan, Nasdem juga merupakan partai yang menyatakan dukungan kepada Jokowi dalam Pemilu 2109 lalu dan tidak akan menjadi oposisi.
"Jadi dengan segala effort yang dimiliki partai Nasdem akan mendukung Pak Jokowi sampai selesai pada 2024 yang akan datang, itu jelas itu, clear," kata Charles.
Ketua Umum Nasdem Surya Paloh sebelumnya sempat melakukan manuver politik dengan mengunjungi DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) beberapa waktu lalu. Hal tersebut lantas memunculkan spekulasi jika Nasdem akan bergerak di luar pemerintahan.
Wakil Ketua SC Kongres II Sugeng Suparwoto mengatakan, agenda Surya Paloh yang mengunjungi PKS merupakan sebuah silaturahmi biasa. Dia mengatakan, langkah itu dilakukan guna memperbarui daya kohesivitas daya rekat sebagai bangsa.
Apalagi, lanjut Sugeng partai politik dalam konstitusi undang-undang memiliki peran yang sangat strategis. Untuk itu, tambahnya, maka partai politik harus melakukan terus-menerus apa yang disebut silaturahmi kebangsaan.
"Silaturahmi kebangsaan digarisbawahi tidak dalam rangka power sharing atau power block politic, semua adalah diartikan dalam kepentingan negara bangsa yang lebih luas," katanya.
Pengamat Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati menilai manuver partai Nasional Demokrat (Nasdem) menunjukan adanya konstelasi di internal koalisi pemerintahan. Dia mengatakan, ada ketidakpuasan tertentu yang dialami Nasdem sehingga mengambil narasi berbeda.
"Karena bermasalah dengan internal koalisi, maka Nasdem menggunakan yang di luar koalisi, yakni Partai Keadilan Sejahtera (PKS)," kata Mada Sukmajati.
Dia melanjutkan, manuver itu sekaligus berupaya membangun upaya negosiasi baru terhadap Presiden Jokowi dan koalisi. Mada menyebut Surya Paloh merasa punya andil besar terhadap Jokowi dan merasa tak mendapat kompensasi memadai sehingga muncul ketidakpuasan hingga melakukan manuver politik.
"Jadi ini sekaligus Surya Paloh ingin menunjukkan bahwa dia punya ruang yang besar untuk bermanuver sehingga dia mengajak Anies, mengajak PKS, ingin lebih menunjukkan pandangan ke Jokowi dan publik bahwa dia masih punya kekuatan," katanya.
Mada mengatakan akan sangat bergantung pada Presiden Jokowi dan koalisi dalam menyikapi manuver yang dilakukan Nasdem agar tidak mengganggu jalannya pemerintahan. Dia mengatakan, akan muncul respons positif jika manuver Nasdem ini dianggap mengganggu jalannya pemerintahan Jokowi periode kedua.
Namun, dia menambahkan, ada kemungkinan Jokowi dan partai politik pendukung melihat manuver Nasdem sebagai sesuatu yang tak ada manfaatnya. Dia mengatakan, manuver ini justru bisa berdampak pada diasingkannya Nasdem oleh koalisi pemerintahan.
"Makanya kita lihatlah nanti respons Jokowi. Bisa jadi Surya Paloh didekatkan semisal sebagai penasehat presiden atau alokasi lainnya seperti tambahan wakil menteri untuk Nasdem," kata Mada.