Senin 11 Nov 2019 05:11 WIB

Sultan Himayatuddin Rela Turun Takhta Usir Belanda

Jokowi menetapkan Sultan Himayatuddin sebagai pahlawan nasional.

Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan plakat anugerah gelar pahlawan nasional kepada ahli waris tokoh asal Sulawesi Tenggara Sultan Himayatuddin, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi (kiri) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo (kanan) menyerahkan plakat anugerah gelar pahlawan nasional kepada ahli waris tokoh asal Sulawesi Tenggara Sultan Himayatuddin, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi (kiri) di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Generasi milenial tidak banyak tahu atau bahkan tidak tahu siapa sosok Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi (Oputa Yikoo). Sontak keingintahuan tentang sosok yang karib disapa La Karambau menguat setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Keppres Nomor 120/TK/2019 tanggal 7 November 2019.

Kepres itu menegaskan Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi alias Oputa Yikoo (begitu panggilan kehormatan bagi orang Buton untuk Sultan) sebagai pahlawan nasional berkenaan dengan peringatan hari Pahlawan 10 November 2019 yang diterima ahli waris Ali Mazi (Gubernur Sultra) di istana Negara.

Baca Juga

Berbagai sumber yang dihimpun mengisahkan lelaki keturunan Sultan Buton ke-20 itu nekad turun takhta demi membela kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di tanah Buton. Ia bahkan rela meninggalkan istri dan anaknya bergerilya masuk hutan belantara Gunung Siotampina untuk menyusun perlawanan bersama pengikutnya.

Strategi gerilya melawan musuh yang dilengkapi senjata modern dan sarana kapal yang tangguh tidak sia-sia. Kemerdekaan dan harkat martabat jazirah rakyat Buton terselamatkan dari invasi kolonial masa itu.

Keteguhan hati Oputa Yikoo yang lahir di Buton, awal abad ke-18 Masehi pun dibalas dengan penobatan kembali sebagai Sultan Keraton Buton ke-23. Pengangkatan sebagai raja yang kedua kalinya menjadi sejarah tersendiri bagi Oputa Yi Koo.

Semangat perjuangan Oputa Yikoo mengusir penjajah awalnya diragukan karena kalah itu Buton disebut-sebut sekutu Belanda. “Cerita dari mulut ke mulut acapkali kita dengarkan tetapi tidak ada fakta menentang kolonial pada masa itu,” ujar tokoh masyarakat Buton, Feto Daud pada satu kesempatan.

Kini rakyat Indonesia menikmati udara kemerdekaan 74 tahun. Para syuhada bangsa menitipkan harapan kepada generasi bangsa untuk mengisi kemerdekaan.

"Kemerdekaan yang kita nikmati bukan hadiah tetapi perjuangan, salah satunya yang disumbangkan Oputa Yikoo. Mari mengisi kemerdekaan hasil perjuangan para pesohor negeri dengan karya yang bermanfaat," ujar Feto, mantan birokrasi tersebut.

Demokrasi, radikalisme dan teknologi global menjadi ancaman serius yang harus dilawan dengan keteguhan iman takwa serta penguasaan teknologi berbasis ilmu pengetahuan. "Di era 4.0 tidak lagi perang menggunakan senjata tetapi mungkin saja bangsa bangsa lain menyasar Indonesia dengan narkoba, dunia maya dan paham yang bertentangan dengan ideologi negara. Inilah hakekat perjuangan saat ini," ujarnya.

"Saya mau katakan Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi alias Lakarambau yang karib disapa Oputa Yikoo adalah negarawan sejati. Rela meninggalkan kursi empuk kerajaan karena merasa tidak bermanfaat bagi seluruh rakyatnya," kata Hugua yang juga anggota DPR RI.

Menurut Hugua, Oputa meninggalkan keraton Buton, meninggalkan anak istri, meninggalkan takhta kerajaan kemudian bergerilya masuk hutan di pegunungan Siotapina untuk mengusir kolonial, bukan mengejar mimpi menjadi pahlawan.

"Saya yakin hanya jiwa heroik seorang Oputa yang bertanggungjawab atas amanah rakyat. Taktik gerilya bagi Oputa adalah pilihan diplomasi untuk mempertahankan harkat dan martabat rakyat negerinya," katanya.

Pahlawan Kebanggaan Keluarga

Suasana peringatan hari pahlawan 10 November 2019 di kalangan keluarga keraton Buton di Kota Bau Bau cukup berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. "Bukan karena saya cucu Sultan Himayatuddin Muhammad Saidi sehingga bangga atas penganugrahan sebagai pahlawan. Tetapi, penetapan itu adalah pengakuan negara terhadap perjuangan Oputa atas jasa jasanya mengusir penjajah," kata cucu keturunan Oputa Yikoo, Idrus Taufiq Saidi.

Idrus menambahkan legitimasi negara pada Oputa Yikoo menjadi pahlawan nasional idealnya tidak menimbulkan rasa yang berlebihgan bagi keturunannya dan siapa pun, kecuali meneladani semangat patriotismenya. Sultan Himayatuddin merupakan satu dari enam tokoh yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Keppres Nomor 120/TK/2019 tanggal 7 November 2019.

Kenam orang tokoh, yakni Ruhana Kudus dari Provinsi Sumatera Barat, Sultan Himayatuddin Oputa Yikoo dari Provinsi Sulawesi Tenggara, Prof M Sardjito dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Abdoel Kahar Moezakir dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Alexander Andries (AA) Maramis dari Provinsi Sulawesi Utara, dan KH Masykur dari Provinsi Jawa Timur.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement