Sabtu 09 Nov 2019 16:08 WIB

Jalur Puncak Butuh Penataan Ruang

Penataan ruang dan lingkungan juga harus dipikirkan bersama.

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah kendaraan memadati Simpang Ciawi menuju jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2019).
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Sejumlah kendaraan memadati Simpang Ciawi menuju jalur Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan di jalur Puncak, Kabupaten Bogor bukan hanya menyangkut soal kemacetan dan transportasi. Namun, penataan tata ruang juga dibutuhkan untuk menunjang penyelesaian kemacetan di jalur puncak yang selama ini sukar untuk diatasi.

Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan telah melakukan uji coba sistem manajemen rekayasa lalu lintas (MRLL) 2-1 di Jalur Puncak pada 27 Oktober 2019. Namun, dalam uji coba itu masih banyak kekurangan yang harus dievaluasi. Sehingga, uji coba sistem 2-1 tahap dua yang rencana dilakukan pada 3 November 2019 urung dilakukan.

Baca Juga

Direktur Prasarana BPTJ, Edi Nursalam menyatakan penyelesaian dalam bidang transportasi di jalur Puncak belumlah cukup. Edi menegaskan, penataan ruang dan lingkungan juga harus dipikirkan bersama.

Meskipun demikian, Edi mengatakan pihaknya juga mendukung penataan transportasi. Namun, dia menekankan upaya untuk menjaga kelestarian kawasan Puncak juga harus dilakukan. “Kita juga tidak menginginkan jika penataan transportasi justru membuat lingkungan Puncak menjadi rusak,” terang Edi dalam pesan resmi yang diterima Republika.co.id, Sabtu (9/11).

Pengamat Transportasi, Yayat Supriyatna menuturkan tata ruang merupakan antisipasi terhadap tingginya pengunjung. Sebab, tingginya pengunjung mengakibatkan beban di kawasan puncak dapat melampaui kapasitas.

Selain itu, Yayat menerangkan, tingginya pengunjung selaras dengan pertumbuhan tempat usaha baru. Dengan demikian, jalan-jalan lokal akan bertumpu pada jalur nasional yang mengakibatkan jalur Puncak semakin padat.

Jika penataan transportasi sukses, Yayat memperkirakan, pertumbuhan industri wisata juga semakin tinggi. Sehingga, beban jalur puncak dipastikan juga akan semakin besar. "Selama ini belum pernah ada hitungan persis seberapa besar daya dukung dan kemampuan infrastruktur di kawasan Puncak dapat menampung," ungkapnya.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor, Syarifah Sofiah mengklaim Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor telah melakukan penataan ruang. Syarifah menyebut, Pemkab Bogor telah melakukan penutupan bangunan liar dan meningkatkan kawasan penghijauan serta kawasan resapan.

Syarifah mengatakan, prioritas penataan transportasi untuk mengurangi kemacetan. Sebab, kawasan kawasan puncak telah di coret sebagai destinasi wisata nasional akibat macet. "Sejak 2015/2016 dicoret sebagai kawasan destinasi nasional akibat macet, sehingga kita menginginkan Puncak kembali bisa dikunjungi dengan rasa nyaman," tugasnya.

Syarifah meminta, pemerintah pusat dapat membantu menyediakan transportasi massal di jalur Puncak. Karena itu, Pemkab Bogor akan mengajukan permohonan untuk disediakannya transportasi massal di jalur Puncak. "Pemkab Bogor adalah pemohon kepada BPTJ. Tolong, misalnya publik transportasinya ditingkatkan," katanya.

Syarifah mengemukakan, Pemkab Bogor akan mengajukan pengadaan transportasi massal berupa Lintas Raya Terpadu (LRT). Namun, dia menegaskan, tidak menuntut pada pemerintah pusat untuk menyediakan transportasi massal dalam waktu dekat. "Pemerintah Kabupaten minta LRT. Ini permohonan saja," katanya.

Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian Indonesia, Hermanto Dwiatmoko menilai pembangunan kereta api jenis LRT sulit dilakukan di Puncak. Sebab, jalur puncak memiliki tanjakan (gradient) yang cukup tinggi. Selain itu, Hermanto berpendapat, LRT bukan untuk angkutan wisata melainkan angkutan perkotaan. Ketimbang LRT, Hermanto menyarankan, kereta api jenis monorel dan kereta gantung lebih sesuai untuk kawasan Puncak.

Hermanto menyatakan monorel memiliki kelebihan dari segi biaya pembangunan dan operasi yang rendah. “Kalau untuk monorel, konstruksi lebih sederhana sehingga menghemat ruang, pemasangan tiang dan rel lebih ringan dan monorel dapat mengangkut penumpang dan barang bagasinya” jelasnya. “Hanya saja, kereta gantung memiliki kapasitas angkut terbatas dan memerlukan perawatan kabel yang presisi,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement