REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Bambang Sulistomo, putra pahlawan nasional Sutomo (Bung Tomo), turut angkat bicara tentang komentar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang kedekatan Ketua Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh dengan Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman. Ia menilai sikap saling sindir, saling rangkul, bahkan bertentangan sikap merupakan hal biasa dalam politik.
"Dalam setiap langkah, kekuatan politik itu saling rangkul, saling sindir, dan bertentangan itu biasa. Enggak masalah," katanya, di Jakarta, Jumat.
Hal tersebut disampaikannya usai diskusi publik dalam rangka menyambut Hari Pahlawan ke-74 dengan tema "Pahlawan Anti-Radikal untuk NKRI, Indonesia Maju", yang diprakarsai Forum Jurnalis Merah Putih. Bambang yang Ketua Umum Ikatan Pendukung Kemerdekaan itu pun mengamati dinamika politik yang terus berkembang, termasuk hubungan Nasdem dengan koalisi pendukung pemerintah.
Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman berpelukan dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh usai melakukan pertemuan di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (30/10).
"Kenapa? Pak Jokowi nyindir kok (Nasdem) mesra banget (dengan PKS)? Saya kira Pak Jokowi juga boleh nyindir seperti itu, enggak masalah, dan ketawa-ketawa semuanya kan," ucapnya.
Artinya, menurut Bambang, dinamika hubungan parpol pasti terjadi dan biasa dalam politik sebagai langkah untuk menunjukkan posisi tawar setiap saat, bukan hanya untuk momentum tertentu. Ia mengungkapkan bahwa para politikus Nasdem dan PKS pun tentu telah mengkalkulasikan dampak dari tindak-tanduknya.
"Rangkul-rangkulan pun mereka menghitung, pasti PKS ngitung dampaknya apa? Nasdem juga ngitung dampaknya apa? Pasti itu. Bolehlah menghitung," tuturnya.
Bambang juga tidak yakin Nasdem akan memilih beroposisi setelah mendukung mati-matian Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019. Apalagi, NasDem juga mendapatkan jatah tiga menteri pada Kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Komunikasi dan Informatika, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Menteri Pertanian.
Menurut Bambang, setiap parpol pasti selalu melakukan tawar-menawar untuk tujuan mendapatkan kekuasaan. Hal itu sah, asalkan dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat.
"Parpol untuk apa? Tujuannya untuk kekuasaan. Kalau tujuan kekuasaan untuk menyejahterakan rakyat, tidak masalah. Yang penting, ada etika dan moral politik," katanya.