Jumat 08 Nov 2019 00:26 WIB

Menteri Agama Nilai Cadar Bukan Ukuran Ketakwaan

Menteri Agama menepis tuduhan melarang penggunaan cadar.

Menteri Agama Fachrul Razi (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menteri Agama Fachrul Razi (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kegaduhan terkait isu pelarangan penggunaan cadar dan celana cingkrang oleh aparatur sipil negara akhirnya dijawab oleh Menteri Agama Fachrul Razi. Ia berbicara kepada anggota Komisi VIII DPR dalam rapat di gedung parlemen di Jakarta, Kamis (7/11).

"Kami ingin cadar tidak berkembang dengan alasan takwa. Jangan cadar ini jadi ukuran ketakwaan umat," kata Fachrul menjawab pertanyaan anggota legislatif dalam rapat kerja DPR-Kemenag.

Baca Juga

Kendati demikian, Fachrul menepis tuduhan dirinya melarang penggunaan cadar. "Bagaimana kalau mau pakai cadar? Silakan," katanya menegaskan.

Adanya anggota DPR yang menampik pelarangan cadar dengan alasan keamanan tidak sesuai, Menag Fachrul mengatakan sebaliknya.

Menurut dia, larangan penggunaan cadar justru untuk alasan keamanan di instansi. Seperti misalnya ada larangan menggunakan helm tertutup saat masuk kompleks perkantoran.

"Seperti buka helm agar muka kelihatan. Itu bagaimana kepentingan instansi itu," kata dia.

Sementara soal pembatasan penggunaan celana cingkrang, Fachrul menegaskan dirinya tidak melarang dipakai dalam keseharian seseorang. Akan tetapi, jika memang suatu instansi tidak membolehkan sebaiknya dihormati.

"Celana gantung atau cingkrang, di rumah saya pakai sarung dan celana cingkrang. Adik-adik saya juga pakai. Apa kewenangan kita melarang?" kata dia.

Hanya saja, Fachrul mengatakan celana cingkrang posisinya sebagaimana cadar, yaitu bukan sebuah tolok ukur bentuk ketakwaan seseorang.

Menag mengatakan kontroversi cadar dan cingkrang bukan soal ketakutan terhadap radikalisme secara berlebihan. Radikalisme, kata dia, bukan potensi besar terjadi di Indonesia, tapi bukan berarti tidak ada.

"Apa radikalisme tidak perlu ditakutkan? Tapi kita lihat di masjid itu ada, kita takut, Pak. Kalau di masjid kita beberapa kali menemukan maka perlu diwaspadai dan perlu langkah-langkah," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement