REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) RI, Bambang PS Brodjonegoro meminta Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) untuk tidak hanya untuk menemukan produk subtitusi. Batan juga didorong untuk memikirkan produknya dapat bersaing secara harga.
"Saya minta dari teman-teman di Batan adalah selain menemukan produk yang bersifat subtitusi, tapi juga harus dipikirkan biaya dan harganya nanti terutama ketika berhadapan dengan produk asli," ujar Menristek ketika melalukan kunjungan di Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta, Senin.
Mantan kepala Bappenas itu mengingatkan langkah tersebut harus dilakukan karena produk yang dihasilkan oleh Batan, seperti varietas pertanian, bersaing dengan produk asli. Harga yang kompetitif perlu dipikirkan agar konsumen-konsumen beralih ke produk subtitusi seperti gandum dan kedelai, yang banyak diimpor ke Indonesia.
Untuk permasalahan produk Batan yang menjadi komersial, dia meminta agar dipertimbangkan biaya produksi untuk menghasilkan produk tersebut karena teknologi ada untuk memudahkan. Oleh karena itu dia meminta agar para peneliti di Batan untuk membuat temuan yang biayanya lebih mudah dijangkau.
Selain itu, Menristek melihat masa depan cerah untuk nuklir di Indonesia, selain untuk energi. Ia berpendapat, Batan dapat melakukanpenelitian untuk membantu meningkatkan produksi bahan-bahan pangan yang selama ini diimpor.
Menurut Menristek, Batan dapat membantu dengan meningkatkan produktivitas. Salah satunya seperti yang sudah dilakukan Batan saat mengembangkan varietas baru padi Rojolele Srinar dan Srinuk yang dapat dipanen dalam waktu 122 hari, lebih cepat dibandingkan Rojolele biasa yang membutuhkan 150 hari.
"Dengan produktivitas, kualitas, barang kali nanti pelan-pelan kebutuhan impor bisa dikurangi," ujar Bambang.