REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Perubahan kondisi sosial baik bidang politik ekonomi maupun sosial budaya berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat. Demi meredamnya, Pemkab Sleman mengembangkan sejumlah inovasi.
Pertama, Pemkab Sleman telah membentuk Gerakan Desa Deteksi Cegah Dini Menuju Desa Aman atau disingkat Reksa Desa. Tim itu telah diresmikan langsung Bupati Sleman akhir Oktober 2019 lalu.
Tidak berhenti, Pemkab Sleman mengembangkan pula sebuah aplikasi sebagai sebuah langkah mitigasi. Aplikasi yang dikembangkan itu dinamakan Sistem Informasi Deteksi Dini atau disingkat Sideni.
Aplikasi itu terdiri dari banyak jaringan. Mulai Reksa Desa, Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Babinasa sampai Bhabinkamtibnas dapat mengirim informasi kejadian di wilayah masing-masing.
"Sehingga, jika diperlukan respon cepat dan pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan dapat dilakukan dapat dengan cepat dan tepat," kata Bupati Sleman, Sri Purnomo, saat peluncuran.
Ia berpendapat, pembentukan tim-tim itu akan menjadi satu tambahan instrumen dalam mendeteksi dan mencegah timbulnya konflik masyarakat. Apalagi, pencegahan dirasa efektif jika dilaksanakan secara terpadu.
Artinya, lanjut Sri, dari pemerintah daerah, aparat keamanan dan elemen masyarakat luas, baik secara kelembagaan maupun individual. Sehingga, dapat terwujud sinergi yang mampu mengefektifkan mitigasi.
Sri berharap, peresmian inovasi-inovasi ini akan menumbuhkan kembali nilai-nilai luhur yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sekaligus, kata Sri, mengoptimalkan pranata sosial yang ada.
Terlebih, nilai-nilai luhur dan pranata sosial yang berkembang dalam kehidupan masyarakat merupakan kekuatan kultural. Tidak cuma bagi masyarakat Kabupaten Sleman, tapi masyarakat DI Yogyakarta.
Dengan diluncurkannya sistem aplikasi Sideni, ia turut berharap tiap peristiwa yang terjadi langsung diketahui pemangku kepentingan. Lalu, pemangku kewenangan bisa mengambil kebijakan cepat, tepat dan akurat.
Ia merasa, kehadiran aplikasi itu semakin penting lantaran Kabupaten Sleman akan melaksanakan pemilihan kepala desa secara serentak. Tapi, tahun ini dilakukan secara berbeda karena akan menggunakan e-voting.
Kepada masyarakat, ia mengimbau pula agar tidak mudah terpancing isu-isu maupun fitnah-fitnah. Sri mengingatkan, itu semua disebarkan oknum-oknum yang ingin memancing kericuhan dan mengganggu ketertiban.
"Pilihan kita boleh berbeda-beda, namun kita senantiasa harus menjaga persatuan dan kesatuan serta keamanan wilayah kita," ujar Sri.
Kepala Kesbangpol Kabupaten Sleman, Heri Dwi Kuryanto menekankan, pembentukan Reksa Desa merupakan tindak lanjut amanat UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Sebab, di sana disebutkan kebutuhan partisipasi masyarakat, baik secara kelembagaan maupun individu. Hal itu tidak lain bertujuan menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif.
Berangkat dari sana, Pemkab Sleman melalui Perbup No. 36 Tahun 2019 membuat kebijakan pengelolaan pencegahan konflik tingkat desa. Reksa Desa dan Sideni dapat pula jadi jembatan dalam pengambilan kebijakan.
"Media komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Desa dengan Tim Penanganan Konflik di tingkat kabupaten dalam upaya pencegahan potensi konflik," kata Heri.
Untuk tim sendiri melibatkan unsur pemerintah daerah, TNI, Polri, Kejaksaan Negeri, dan elemen-elemen perangkat daerah lain. Sebagai awal percontohan dipersiapkan Desa Lumbungrejo dan Desa Pondokrejo.
"Untuk saat ini kami utamakan untuk membentuk Reksa Desa di daerah-daerah perbatasan untuk meredam konflik, ke depannya daerah-daerah lain di Kabupaten Sleman," ujar Heri.