REPUBLIKA.CO.ID, Arif Satrio Nugroho, Nawir Arsyad Akbar, Dessy Suciati Saputri
Partai Nasdem belakangan dinilai tengah melancarkan manuver-manuver politik lewat elite partainya. Seusai pertemuan antara Ketua Umum Nasdem Surya Paloh dan Ketua Umum PKS Sohibul Iman, Nasdem juga mengundang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghadiri kongres Partai Nasdem pada pekan ini.
Selain pertemuan dengan PKS, Partai Nasdem akan melanjutkan safari politiknya dengan bertemu dengan Partai Amanat Nasional (PAN) pada akhir November nanti. Selain PAN, Nasdem juga berencana bertemu dengan partai opoisisi lainnya, yaitu Partai Demokrat.
"Kita sudah berkomunikasi, waktunya sudah ada ya. Dengan PAN kita akan ketemu akhir November. Dengan Demokrat insya Allah, tapi masih dilihat waktunya," ujar Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya, saat dikonfirmasi, Ahad (3/11).
Undangan untuk Anies dinilai sebagai salah satu rangkaian manuver Nasdem menuju kontestasi Pilpres 2024. Langkah itu dinilai menjadi bagian dari penjajakan Nasdem mencari sosok yang tepat sebagai capres.
Menurut pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, Partai Nasdem disebut tengah menghimpun kekuatan dengan partai-partai yang berada di luar pemerintahan, seperti PAN dan PKS. Hal ini dilakukan guna mempersiapkan diri untuk menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020 dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
"Untuk kebutuhan politik jangka pendek, menengah, dan panjang. Misalnya soal menghadapi Pilkada 2020 dan Pemilu 2024. Tentu Nasdem sedang berhitung," ujar Adi, Ahad (3/11).
Salah satu alasan Nasdem melakukan safari politik ke partai di luar pemerintahan karena adanya ketidaksolidan yang terjadi di Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Khususnya, setelah pembentukan kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Nasdem sedang mencari teman baru di luar koalisi pemerintah untuk menjaga keseimbangan politik jika terjadi gejolak serius antarkoalisi pendukung Jokowi," ujar Adi.
Di samping itu, kunjungan Nasdem ke partai di luar pemerintahan merupakan bentuk apresiasi kepada oposisi. Sebab, partai pimpinan Surya Paloh itu sudah beberapa kali menyatakan pemerintah membutuhkan 'lawan' untuk mengkritik dan mengawasi.
"Komunikasi semacam ini penting dirawat sekalipun Nasdem dan tiga parpol non-pemerintah beda pilihan politik," ujar Adi.
Maka dari itu, pada Pilkada 2020 dan Pilpres 2024 dipastikannya ada perubahan peta politik. Sebab, segala kemungkinan dapat terjadi, khususnya pada Nasdem, PKS, dan PAN.
"Cukup terbuka, masih proses penjajakan tentunya. Yang jelas koalisi tidak bisa dipermanenkan mulai saat ini karena apa pun bisa berubah last minutes," ujar Adi.
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh (kanan) dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (kiri) memberikan keterangan pers seusai melakukan pertemuan di kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Analis Politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, Joko Widodo (Jokowi) sudah menjadi masa lalu bagi Nasdem. Sehingga, partai pimpinan Surya Paloh itu mencari sosok yang tepat untuk mempersiapkan masa depan. Anies, kata dia, dilirik Nasdem lantaran saat ini memiliki potensi.
"Nasdem tidak akan mengakui itu, tapi ini adalah agenda konsolidasi (menuju) 2024, bagaimana Anies masa depan adalah Jokowi masa lalu," kata Pangi saat dihubungi, Senin (4/11).
Pangi menjabarkan, gerakan dan manuver Nasdem sudah terlihat mulai dari pertemuan Anies dan Surya Paloh beberapa waktu lalu, dilanjutkan pertemuan dengan PKS yang merupakan pengusung Anies, hingga mengundang Anies langsung ke Kongres Nasdem.
"Itu kan rangkaian. Sebetulnya kalau kita cermati semacam itu sebetulnya ada fase yang sedang didalami oleh Nasdem," ujar direktur Voxpol Research and Consulting itu.
Nasdem, disebut Pangi, piawai membaca momentum dan peluang. Meski 2024 terbilang masih jauh, memupuk konsolidasi politik dalam waktu lima tahun dinilai Pangi bukanlah waktu yang lama. Apalagi, lanjut Pangi, Anies saat ini dianggap punya potensi.
"Kebijakan Nasdem mengundang Pak Anies adalah kebijakan yang bijak, memahami peluang Anies di Pilpres 2024," ujar dia.
Manuver ini, lanjut Pangi, juga diprediksi bakal memengaruhi loyalitas Nasdem pada Jokowi. Secara de facto, Nasdem disebut tidak akan meninggalkan koalisi karena akan merugikan kursi Nasdem di kabinet.
Pangi pun memprediksi, Nasdem akan melakukan manuver pada 2022 dengan agenda mempersiapkan kepentingan Partai. Pasalnya, Jokowi sudah dianggap masa lalu.
"Tahun 2022 mungkin Nasdem akan meninggalkan Jokowi karena Jokowi itu masa lalu. Oleh karena itu, Nasdem akan melihat potensi masa depan, apalagi Anies gubernur yang setiap hari diberitakan di media mainstream," ujar Pangi melanjutkan.
Adapun, Partai Nasdem membantah undangan yang ditujukan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Kongres Partai Nasdem berkaitan dengan kontestasi Pilpres 2024. Nasdem mengklaim, Anies dihadirkan ke kongres sebagai tuan rumah.
"Sebagai gubernur dan kebetulan ada hubungan historis, tapi utamanya sebagai gubernur DKI, sebagai tuan rumah," kata politikus Nasdem Saan Mustopa saat ditemui di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).
Hubungan historis yang dimaksud yakni, Anies merupakan pembaca deklarator Nasdem yang saat itu masih berbentuk ormas pada 2013 silam. Saan menyebut, undangan Anies masih terlalu jauh bila dikaitkan dengan kontestasi Pilpres 2024.
"Ah, kita tidak (membicarakan) itu, masih jauhlah, kita belum ini. Itu kan masih jauh belum dibicarakan lah," ujar sekretaris Fraksi Nasdem di DPR RI tersebut.
Saan menjelaskan, sejauh ini, persiapan kongres yang rencananya akan digelar di Jakarta pada 8 November 2019 sudah hampir selesai secara teknis dan materi. Kehadiran Anies, lanjut Saan, untuk memberikan sambutan selaku tuan rumah.
"Kehadiran Pak Anies di kongres sebagai tuan rumah DKI Jakarta. Nanti akan memberikan sambutan ucapan selamat datang karena peserta kan nasional, banyak dari daerah, kepala daerah lain, dari Nasdem," ujar dia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah merespons pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dengan Presiden PKS Sohibul Iman. Ia pun membantah jika pertemuan dua partai tersebut menggambarkan kondisi koalisi yang rapuh saat ini.
"Jangan dikaitkan Partai Nasdem ketemu PKS kemudian koalisi rapuh. Apa hubungannya? Nggak ada hubungannya," kata Jokowi saat berbincang dengan awak media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11).
Menurut dia, pertemuan kedua pemimpin partai tersebut merupakan hal yang biasa dilakukan antartokoh politik. Ia pun enggan mempermasalahkan pertemuan tersebut.
"Ya biasa sajalah. Partai ketemu partai kan biasa. Tokoh politik ketemu tokoh pilitik ya biasa. Biasa sekali lho ini. Nggak ada masalah," kata dia.
Jokowi pun meminta agar pertemuan tersebut tak perlu dipikirkan lebih dalam. Menurutnya, pertemuan antara dua tokoh politik tersebut dilakukan untuk kebaikan bangsa.
"Mungkin Pak Surya Paloh sudah lama kangen nggak ketemu Pak Sohibul Imam ya ketemu saja. Mungkin dengan saya sudah nggak begitu kangen karena sering ketemu. Biasa sajalah nggak usah terlalu dibawa ke perasaan," ujar Jokowi.
Sebelumnya diberitakan, pertemuan antara Surya Paloh dengan Sohibul Iman tersebut dilakukan untuk menjajaki koalisi dalam pemilihan kepala daerah 2020 dan pilpres 2024.
Tiga Kesepakatan Prabowo-Paloh