REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, stunting masih menjadi masalah yang jamak terjadi di Indonesia. Hal itu terlihat dari jumlah kabupaten/kota yang tidak masuk kriteria bermasalah dengan kekerdilan pada anak.
"Dari 516 kabupaten/kota di Indonesia, baru ada enam yang tidak masuk kriteria stunting. Berarti masih ada 510 kabupaten/kota yang masih harus melawan stunting, termasuk Ibu Kota Jakarta," kata Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty saat konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Sitty mengatakan, dari data 2017, daerah yang mengalami prevalensi tertinggi masih berada di Indonesia bagian timur, seperti NTT dengan pervalensi stunting 40,3 persen dan juga Sulawesi Barat. Sitti mengatakan, suatu daerah tidak masuk kategori stunting jika prevalensi kekerdilannya di bawah 20 persen, seperti yang ditetapkan oleh WHO.
Ada pun daerah-daerah yang tidak masuk kriteria stunting antara lain, Tomohon, Denpasar, Jambi, dan Klungkung. Menurut pemantauan KPAI, ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan angka stunting di daerah-daerah masih cukup sulit, misalnya masalah infrastruktur, sulitnya mengakses fasilitas kesehatan, masalah sanitasi, dan juga BPJS Kesehatan yang belum terdistribusi dengan benar.
KPAI mendorong pemerintah daerah untuk ikut serta melawan stunting karena urusan ini bukan cuma PR Kementerian Kesehatan saja. Sitty mengingatkan bahwa kekerdilan pada anak juga masalah untuksemua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat.
"Perlu adanya kesigapan dari pemerintah daerah untuk melawan stunting. Pemerintah daerah harus mampu membangun konektivitas agar masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan," kata dia.
Sittu mengatakan jika tidak segera ditangani, cita-cita Indonesia membagun SDM unggul dan menuju Indonesia Emas pada 2045 tidak akan tercapai. Para generasi muda yang disebut-sebut sebagai bonus demografi tersebut akan menjadi lost generation, menurut dia.