REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR berencana akan melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan, Senin (4/11) pekan depan. Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene mengatakan Komisi IX akan mendengarkan terlebih dahulu penjelasan dari mitra terkait.
"Jadi kita dengar dulu visi misi presiden kemudian diturunkan melalui program apa, kan gitu. Kita dengar dulu setelah itu kita tanggapi dari bawah nanti mengalir aja, paling tidak kita punya bayang-bayang sikapnya seperti apa," kata Felly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/10).
Secara pribadi, ia melihat persoalan kenaikan iuran BPJS bukan soal jumlah semata. Ada persoalan lain yang harus jadi perhatian, yaitu soal data kepesertaan.
"Saya kira ini persoalan pertama data, data kepesertaannya dulu harus dibenahi," ujarnya.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dilakukan pemerintah tidak diimbangi dengan pembiayaan yang diatur secara baik. Akibatnya, BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga 32,84 Triliun.
"Memang kenaikan ini ada hitung-hitungannya, tapi terus terang yang kami lihat bahwa kenaikan ini kan pasti memiliki dampak besar bagi dampak bagi masyarakat banyak di daerah," tuturnya.
Menurutnya, bagi peserta yang dibiayai oleh pemerintah tentu akan lebih mudah hitungannya untuk menutupi defisit BPJS Kesehatan tersebut. Namun, menurutnya, yang sulit adalah menghitung iuran yang dibiayai peserta mandiri.
"Itu yang harus dihitung baik sehingga maksud kenaikan dari pemerintah kita pahami ya karena kita jebolnya terlalu besar sampai 32 triliun lebih ini. Tapi tentu berbagai hitungan dan dampak ini mestinya dibahas lebih detail dulu sebelum diputuskan," kata dia.