Kamis 31 Oct 2019 13:36 WIB

Gus Yaqut: Menag Baiknya Pahami Radikalisme Dibanding Cadar

Gus Yaqut berharap agar cara berpakaian tak dikaitkan dengan ideologi.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Agama Fachrul Razi menjawab pertanyaan wartawan usai serah terima jabatan (Sertijab) di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (23/10).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Menteri Agama Fachrul Razi menjawab pertanyaan wartawan usai serah terima jabatan (Sertijab) di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Rabu (23/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Fraksi PKB Yaqut Cholil Qoumas mengkritisi wacana pelarangan penggunaan cadar di instansi pemerintahan yang didengungkan oleh Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi. Ia menilai, seharusnya Menag mengurus hal yang lebih substantif.

"Mending Menag itu ngurusin yang subtansial aja deh. Karena soal radikalisasi, soal terorisme dan seterusnya itu bukan soal penampakan, bukan apa yang keliatan, tapi ini soal ideologi, mending Menag urus soal ini dulu," kata Yaqut di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (31/10).

Baca Juga

Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mengatakan, pelarangan cadar atau niqab baru boleh dilakukan bila ada bukti secara ideologis berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Sejauh ini, kata Yaqut, dua hal ini tak berkaitan.

"Nah kalau tidak berhubungan gimana? Karena banyak orang yg pakai cadar itu moderat juga cara berfikirnya, bukan radikal," kata Ketua Umum Pimpinan Pisat GP Ansor itu.

Yaqut mengingatkan, dari tinjauan budaya, niqab atau cadar memang merupakan budaya Arab. Namun, menurut dia, kemerdekaan Indonesia juga tak terlepas dari orang-orang yang memiliki garis keturunan Arab. Maka, kata dia, wajar bila ada budaya Arab yang masih melekat dalam sendi kehidupan, termasuk budaya lajn.

"Sah-sah aja dong kalau ada budaya Arab, ada budaya China, Jawa dan lain lain, sebaiknya saling menghargai. Itu lebih penting," kata Yaqut.

Ia pun kembali mengingatkan Fachrul Razi untuk mendalami pemahaman radikalisme. Menurut dia, sebaiknya cara berpakaian tak dihubungkan dengan suatu ideologi.

"Pesan saya ke menteri agama itu, pelajari dulu itu radikalisme, terorisme ideologinya seperti apa? Berhubungan tidak sama cara berpakaian orang? Tidak usah aneh-aneh lah saya kira," ujar dia.

Fachrul Razi mengungkap wacana melarang pengguna niqab atau cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah. Pernyataan itu disampaikan terkait penusukan mantan Menkopolhukam Wiranto.

Fachrul mengatakan rencana itu masih dalam kajian. Namun aturan itu direkomendasikan Kemenag atas dasar alasan keamanan. "Memang nantinya bisa saja ada langkah-langkah lebih jauh, tapi kita tidak melarang niqab, tapi melarang untuk masuk instansi-instansi pemerintah, demi alasan keamanan. Apalagi kejadian Pak Wiranto yang lalu," kata Fachrul, Jakarta, Rabu (30/10).

Klarifikasi

Namun belakangan Facrul Razi mengaku, tidak pernah mengeluarkan pernyataan melarang sesorang penggunaan cadar atau niqab.  "Cadar saya tidak melarang," kata Facrul Razi saat ditemui Republika setelah menghadiri Konsolidasi Percepatan Pencapaian Visi-Misi Presiden di Kemenko PMK, Kamis (31/10).

Facrul mengatakan, ia hanya menyampaikan, bahwa cadar itu tidak ada tuntunannya di Alquran dan hadist. "Gak ada saya sebut itu (larangan menggunakan cadar atau niqap) itu tidak ada ayat dan hadisnya tetapi tidak kita larang," katanya.

Pada kesempatan itu juga, Facrul juga membantah bahwa Kemenag sedang mengkaji aturan penggunaan cadar di intansi. Menurutnya, larangan menggunakan atau tidak boleh menggunakan bukan kewenangan Kemenag. "Belum pernah ngomong. Kalau melarang-melarang itukan bukan urusan menang," katanya.

Namun kata dia, jika ditanya  apakah cadar atau niqab digunakan oleh pegawai negeri sipil (PNS) atau pegawai non-PNS di intansi pemerintah, maka itu jelas dilarang.  "Kalau intansi pemerintah tak boleh kan, sudah jelas memang ada aturannya, kalau kamu PNS pakai cadar kan gak boleh," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement