Kamis 31 Oct 2019 04:23 WIB

Noor: Soal Radikalisme Pemerintah Jangan Ciptakan Musuh Baru

Analis terorisme Noor Huda menyebut definisi radikalisme ditentukan negara.

Rep: Mimi Kartika, Arif Satrio Nugroho/ Red: Reiny Dwinanda
Noor Huda Ismail
Foto: dokpri
Noor Huda Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian sekaligus analis terorisme Noor Huda Ismail mengatakan, definisi radikalisme tergantung pada penguasa negara itu sendiri. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa tindakan-tindakan negara yang berlebihan justru akan menciptakan musuh-musuh baru.

"Definisi itu tergantung pada penguasa. Radikalisme itu memang ada dan negara harus serius menghadapinya," ujar Noor kepada Republika.co.id melalui pesan singkat, Rabu (30/10).

Baca Juga

Noor mengatakan, radikalisme itu relatif di setiap negara. Contohnya, mengkritik negara biasa terjadi di Amerika, tetapi menjadi tindakan radikal di Korea Utara.

Noor pun melihat radikalisme secara definisi menjadi problematik. Dengan begitu, pemerintah harus jelas dalam memilih siapa kelompok radikalisme yang perlu dilawan itu.

Menurut Noor, memahami radikalisme itu seperti "bull's eye" atau lingkaran target sasaran yang melingkar-lingkar. Bagaimana dengan Indonesia?

"Yang paling utama ya kelompok yang ingin melakukan aksi terorisme, seperti ISIS harı ini. Di Indonesia, kelompok ini berafiliasi Kepala JAD, Jamaah Anshorut Daulah," kata Noor.

Sementara itu, calon Kapolri Idham Azis menyebut, radikalisme tidak bisa dikaitkan dengan agama Islam. Pernyataan ini disampaikan Idham saat menjawab pertanyaan dalam uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI pada Rabu (30/10).

"Radikalisme tidak bisa diidentikan dengan Islam. Radikalisme itu kelompok atau oknum. Tidak bisa radikalisme itu membawa simbol agama," kata Idham Azis saat menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon kapolri.

Selama ini, muncul kesan adanya jarak antara polisi dan umat Islam, terlebih lagi bila terkait isu radikalisme. Idham menyatakan, untuk mengatasi masalah tersebut, maka ia mempunyai visi untuk membangun komunikasi.

Komunikasi itu dibangun dengan para pemuka agama, termasuk para kiai maupun para habib. Ia menegaskan, akan turut mengampanyekan bahwa radikalisme tak bisa dikaitkan dengan Islam maupun agama manapun.

"Kita harus kampanyekan. Kalau kita penegakan hukum itu pun ke oknum, bukan ke agama," ujar pria yang menjabat sebagai Kabareskrim itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement