Kamis 31 Oct 2019 01:03 WIB

Bangunan Diduga Candi Kuno Ditemukan di Persawahan Indramayu

Struktur batu merah di Indramayu diduga bagian dari bangunan kuno bersejarah

Rep: ayobandung.com/ Red: ayobandung.com
 Struktur bata itu diduga merupakan bagian dari bangunan kuno yang bersejarah.
Struktur bata itu diduga merupakan bagian dari bangunan kuno yang bersejarah.

INDRAMAYU, AYOBANDUNG.COM -- Ditemukan pertama kali sekitar 1960 dan sempat dimanfaatkan sebagai jalan desa, susunan batu bata merah di Blok Dingkel, Desa Sambimaya, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, kini beroleh atensi. Struktur bata itu diduga merupakan bagian dari bangunan kuno yang bersejarah.

Batu bata merah yang tampak membentuk bangunan itu diketahui terkubur dalam tanah pada beberapa titik di persawahan milik warga setempat. Berukuran sekitar 35x20 cm dan setebal 8-9 cm, keberadaannya terbilang dangkal.

Bila dibanding dengan batu bata merah yang biasa ditemui, ukuran bata merah di Blok Dingkel itu nyaris dua kali lipatnya. Bata-bata itu diduga menyusun bangunan besar, layaknya candi.

Semula, sejak ditemukan pada 60-an, warga menganggapnya sebagai batu bata biasa. Mereka bahkan memanfaatkannya untuk pembangunan jalan desa.

"Puluhan truklah yang mengangkut bata-bata merah itu untuk membangun jalan desa," ungkap seorang warga, Tayib yang mencoba mengingat aktivitas yang dilakukan sekitar 1965.

Nilai bata merah itu mulai berubah setelah seorang anggota polisi, Brigadir Rusmanto, menguak kemungkinannya yang bersejarah. Kemungkinan itu melibatkan hal yang klenik.

Anggota Polsek Lelea Polres Indramayu itu mengungkapkan pengalamannya ihwal bata merah tersebut. "Saat sadar, saya didatangi sosok yang pakaiannya seperti biksu. Dia nunjukin bangunan itu," katanya.

Rismanto semula mengabaikan keberadaan batu bata merah itu karena terkait hal mistis. Namun, 'biksu' yang mendatanginya rupanya getol menunjukkan keberadaan bata merah tersebut.

Dia menyebut kedatangan 'biksu' itu hingga puluhan kali, sejak sekitar 2007. Tingginya intensitas pengalaman itu membuat Rusmanto akhirnya menyampaikan kisahnya kepada Yayasan Tapak Karuhun Nusantara.

Ditemani pihak yayasan, pria itu kemudian mendatangi lokasi yang dianggap ditunjukkan 'sang biksu' pada 25 Oktober 2019.

Di sana, mereka menemukan bata merah yang bertumpuk membentuk bangunan mirip candi Budha. Temuan itu selanjutnya disampaikan kepada Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Indramayu dan Balai Arkeologi Bandung.

TACB setempat pun menyatakan ketertarikannya pada temuan itu. Terlebih, selama ini literatur soal perkembangan agama Budha di Kabupaten Indramayu belum ada.

"Kami menduga struktur bata merah itu membentuk bangunan kuno," cetus Ketua TACB Indramayu, Dedi Musashi pada Senin (28/10/2019).

Ukuran bata pada temuan di Blok Dingkel itu menjadi salah satu indikasinya. Dia menyebutkan, bata seukuran itu serupa dengan yang ditemukan di Trowulan, komplek percandian Batujaya di Kabupaten Karawang, di Kabupaten Muaro Jambi, serta Biaro Bahal di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

Selain bata merah, ditemukan pula sebuah batu bertapak kaki yang diduga anjing. Tapak kaki binatang pada batu semacam itu, jelasnya, biasanya tanda batas wilayah.

"Hal ini seperti yang pernah ditemukan di candi-candi lain," ujarnya.

Namun begitu, tegasnya, seluruh temuan itu masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Ditemui secara terpisah, Arkeolog Senior dan Ahli Candi Indonesia Profesor Agus Aris Munandar menerangkan, telapak kaki hewan pada bata pernah ditemukan pula pada sejumlah candi. Di antaranya Candi Batujaya di Karawang, Jawa Barat, Candi Bumiayu di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dan Biaro Bahal di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

"Telapak kaki yang tercetak itu biasanya ada kaki anjing, harimau, itik, gajah, dan manusia," bebernya.

Sementara, temuan di Blok Dingkel, Indramayu, itu sendiri masih memerlukan pengkajian yang di antaranya meliputi bentuk, bahan, serta ukuran bata. Menurutnya, masa batu tersebut masih perlu diteliti, mulai dari kemungkinan sejak Indonesia merdeka, masa kolonial Belanda, masa perkembangan Islam, masa Sunda kuno, atau lebih tua dari masa Tarumanegara.

"Harus dikaji cermat," tegasnya.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ayobandung.com. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ayobandung.com.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement