Rabu 30 Oct 2019 11:27 WIB

Tony Adams, Kisah Cinderella Baru, dan Anomali Granada

Granada dinilai bisa mengikuti jejak Leicester yang menjadi juara Liga Inggris 2016.

Rep: Anggoro Pramudya/ Red: Endro Yuwanto
Tim Granada
Foto: EPA-EFE/MIGUEL ANGEL MOLINA DOMINGOS DUARTE
Tim Granada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai tim yang tak memiliki nama besar selayaknya Barcelona dan Real Madrid, kesebelasan asal Andalusia Spanyol Granada sejatinya tidak memiliki misi melangit untuk menjuarai trofi La Liga Spanyol 2019/2020 atau masuk ke papan atas. Asumsi awal adalah bertahan 'hidup' di belantara kompetisi elite Negeri Matador.

Namun, bukan berarti Granada tak mempersiapkan secara serius untuk bisa bersaing dengan kesebelasan lain. Tim berjuluk Los Nazaries itu tentu tak ingin kembali terlempar ke Divisi Segunda dan menyiasati rencana memperkuat skuatnya dengan mendatangkan pemain berpengalaman.

Baca Juga

Antusias terasa pada jendela transfer Granada musim panas 2019 kemarin, meski terbilang tak cukup lebay dalam urusan 'bakar uang' demi mendatangkan delapan pemain baru. Sejauh ini, tim besutan Diego Martinez tampil mengkilap di 10 pertandingan La Liga Spanyol.

Menukil dari Transfermarket, total nilai seluruh pemain Granada menyentuh angka 33,5 juta euro. Itu jadi jumlah pengeluaran klub terendah di La Liga. Sedangkan kombinasi tiga pemainnya hanya mengeluarkan mahar sekitar 11 juta euro dengan Maxime Gonalos menjadi pemain termahal di kesebelasan yang bermarkas di Estadio Nuevo de Los Carmenes

Tercatat, untuk sementara waktu pada Selasa (29/10), Granada menduduki puncak klasemen La Liga dengan mengemas perolehan angka 20 dari enam kemenangan, dua imbang, dan dua kekalahan.

Sementara, penundaan jadwal El Clasico antara Barcelona versus Real Madrid menguntungkan Granada, sebab kemenangan 1-0 dari Real Betis pada jornada ke-10 akhir pekan kemarin membawa Granada naik posisi teratas.

Pundit asal Spanyol Toni Padilla menyebut Granda berhasil mencetak sejarah di kompetisi paling bergengsi La Liga. Granada menjadi tim promosi pertama yang sukses memuncaki klasemen. Bahkan, banyak penggemar sepak bola di sana mengklaim Granada mengukir kisah the New Cinderella yang sempat dialami klub asal Inggris Leicester City.

Musim terakhir Granada di La Liga berakhir memalukan pada Mei 2017, ketika mengakhiri musim dengan hanya berhasil mengemas 20 angka di bawah juru taktik Inggris, Tony Adams, atau pelatih keempat mereka musim itu.

Mantan kapten Arsenal tersebut dipandang sebagai sosok yang tak bakal mampu mendongkrak selama masa kerja yang singkat dengan Granada, tetapi persepsi itu pantas untuk diubah mengingat betapa Adams memicu perubahan budaya (permainan) utama sebelum kepergiaanya dari tanah Iberia.

Bahkan, bisa dibilang Adams menanamkan benih untuk kesuksesan Granada di awal musim 2019/2020 ini. "Meski singkat efek kehadirannya memberikan hal positif bagi tim (Granada). Ia merestrukturisasi kepada pimpinan klub John Jiang untuk tidak hanya berfokus pada pemain lokal," ujar Toni Padilla dilansir BBC Sport, Selasa (29/10).

Keberadaan pria kelahiran Romford Inggris 53 tahun itu terpaksa tergantikan dengan penunjukan pelatih baru yang lebih muda dan dinamis, Diego Martinez. Ditunjuk menangani Granada mulai 14 Juni 2018, Diego Martinez dianggap tak banyak memiliki pengalaman untuk mendongkrak prestasi klub. Apalagi usianya masih menginjak 37 tahun.

Butuh waktu dua musim bagi Martinez kembali membawa Granada mejeng di La Liga. Sikap rendah hati dan sosoknya yang tenang namun memiliki tujuan, membuat Granada tampil sangat solid, setidaknya hingga jornada ke-10.

Di samping sosok kehadiran penyerang berpengalaman seperti Roberto Soldado formasi yang diterapkan Martinez 4-2-3-1 jadi fondasi paten terciptanya kinerja luar biasa Los Nazaries, pakem alias strategi yang sama yang membuat tim ini bisa promosi.

Penerapan permainan Granada begitu terorganisasi, dan kuat dalam bertahan. Racikan tangan dingin Martinez, yang juga pelatih termuda di La Liga, mampu membawa Granada mengamankan kemenangan 2-0 atas juara bertahan, Barcelona.

Granada baru kemasukan 10 gol dari 10 pertandingan, serta berhasil mencetak 17 gol dengan dua laga terakhir di La Liga sukses menjaga clean sheet versus Osasuna dan Real Betis.

Era baru Granada juga tercipta berkat hadirnya investor asal China yakni Jiang Lizhang yang juga memiliki 60 persem saham di klub Italia Parma Calcio. Sedangkan di Negeri Tirai Bambu, Jiang Lizhang berinvestasi sekitar 90 persen untuk tim Chongqing Dangdai Lifan yang berlaga di Liga Super China 2017.

"Granada adalah klub pertama yang saya investasikan. Secara emosional dan strategis, Granada lebih berarti bagi saya daripada yang lain," tulis Jiang, yang merayakan ulang tahunnya yang ke-38 pada akhir pekan kemarin.

Seperti disinggung di atas, media Spanyol sempat mengklaim Granada bisa mengikuti jejak Leicester City yang menjadi kampiun Liga Inggris musim 2015/2016 silam. Meski, banyak pundit La Liga tak berpikir demikian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement