REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) mencatat, sebanyak sembilan kabupaten di Provinsi Aceh terdampak banjir. Hingga Senin (28/10), musibah tersebut merendam sebanyak 1.089 unit rumah warga di 74 desa. Selain itu, terdapat empat unit sekolah, satu sarana ibadah, dua sarana kesehatan, dua jembatan, dan satu tanggul yang tidak bisa berfungsi normal karena tergenang banjir.
"Iya, hari ini (kemarin) sudah sembilan kabupaten yang dilanda banjir.Terhitung sejak 21 Oktober hingga 28 Oktober," ujar Kepala Pelaksana BPBA, Sunawardi, di Banda Aceh, Senin.
Pada Jumat (25/10) lalu, BPBA mendata sebanyak tujuh kabupaten yang mengalami banjir di Aceh. Saat itu banjir menggenangi 406 unit rumah warga, empat area sekolah, satu unit tempat ibadah, dua sarana kesehatan masyarakat, dan dua unit jembatan di provinsi berjulu Serambi Makkah tersebut.
Tujuh kabupaten itu mencakup Simeulue, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Singkil, Aceh Utara, dan Bireuen. Namun, saat ini jumlah kabupaten yang tergenang banjir menjadi sembilan, yakni dengan tambahan Kabupaten Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara. Menurut data terkini BPBA, Bireuen tidak lagi terdampak banjir.
"Dari sembilan kabupaten itu, terdapat 74 desa pada 30 kecamatan yang terendam banjir. Banjir ini berdampak pula pada 3.615 orang warga dalam 1.089 kepala keluarga," kata Sunawardi.
Sejak sepekan terakhir, dia melanjutkan, peristiwa banjir dan longsor di Aceh telah terjadi sebanyak 13 kali. Kerugian sementara ditaksir mencapai Rp 5,4 miliar. Menurut dia, ketinggian banjir beragam, mulai dari 20 sentimeter (cm) hingga 200 cm.
Dari sembilan kabupaten yang terdampak banjir, terdapat satu kabupaten yang warganya terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Seperti di Aceh Barat. "Sekitar 306 jiwa dari 106 kepala keluarga di Desa Gunung Pulo, Kecamatan Arongan Lambalek, masih mengungsi ke tempat saudara dan belum kembali," ucap Sunawardi.
Menurut dia, BPBA telah mengerahkan tim kaji cepat ke wilayah-wilayah yang terdampak banjir di sembilan kabupaten tersebut. Pihaknya terus berkoordinasi dengan setiap badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) di tiap kabupaten Provinsi Aceh.
"Jika pemerintah (kabupaten) setempat membutuhkan bantuan, kami siap memberikan bantuan masa panik berdasarkan kebutuhan yang diajukan," ucap dia.
(Ilustrasi) Batang pohon yang tumbang akibat angin kencang, yang menjadi salah satu pertanda pancaroba atau peralihan musim.
Waspada Pancaroba
Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan masyarakat di Tanah Air untuk mewaspadai berbagai potensi bencana saat masa pancaroba berlangsung. "Bahaya yang memang perlu diwaspadai yaitu banjir, tanah longsor, dan puting beliung setiap kali memasuki musim penghujan," ujar Kepala Pusat Data, Infromasi, dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebanyak 20 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan sejak bulan ini. Adapun 47 persen wilayah lainnya akan mengalami musim hujan pada November mendatang. Sisanya, 23 persen wilayah akan memulai musim hujan pada Desember 2019.
Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan ditandai dengan berbagai fenomena alam. Misalnya, banjir atau angin puting beliung yang cenderung bersifat destruktif.
Menurut perkiraan BMKG, selama November 2019 beberapa provinsi di Indonesia mengalami curah hujan dengan intensitas tinggi hingga sangat tinggi. Misalnya, Aceh, Sumatra Utara, sebagian Sumatra Barat, dan sebagian Papua.
Pada saat ini, beberapa wilayah sudah mengalami musim hujan yang memicu banjir atau tanah longsor. Misalnya, Aceh, Kalimantan Tengah, dan Jawa Barat. Adapun sejumlah wilayah mengalami pancaroba yang diiringi bencana puting beliung, yakni Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Agus menjelaskan, Pusat Pengendali Operasi BNPB mencatat beberapa daerah masih mengalami puncak musim kemarau. Dampaknya, kondisi lahan setempat bisa menjadi sangat kering sehingga cenderung mudah menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Misalnya, Provinsi Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. (antara ed: hasanul rizqa)