Selasa 29 Oct 2019 07:50 WIB

Polisi Ingatkan Pemuda Jauhi Paham Radikal

Faktor ekonomi dan ketidakpuasan terhadap proses politik bisa memicu radikalisme.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Teguh Firmansyah
Mencegah Paham Radikal.  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mencegah Paham Radikal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--  Direktur Pembinaan Ketertiban Masyarakat Baharkam Polri, Brigjen Edi Setio, mengingatkan generasi muda sekarang tidak boleh mudah terpengaruh dengan ajakan-ajakan paham radikalisme. Apalagi sampai menghilangkan nasionalismenya sebagai warga negara Indonesia.

“Harus cinta terhadap negaranya. Ya itu mereka generasi sekarang harus lebih berhati-hati untuk terpengaruh untuk hal yang nantinya jadi paham radikal. Hari sumpah pemuda ini kan bisa ada karena kami semua bersatu,” kata Edi dalam acara diskusi yang digelar Divisi Mabes Polri memperingati hari Sumpah Pemuda di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta Pusat, kemarin. 

Baca Juga

Ia meminta masyarakat waspada terhadap lingkungan sekitar karena saat ini banyak masyarakat yang paham radikalisme. Mereka yang paham radikalisme biasanya faktor ekonominya tidak mampu dan tidak puas terhadap politik di Indonesia. Akibatnya membuat mereka antipemerintah.

“Kalau di sekitar lingkungan ada orang yang jalan menuju intoleransi, ditambah faktor ekonomi yang susah dan ketidakpuasan dengan politik, maka itu menjadi radikal," kata dia.

Edi melanjutkan penanganan paham radikal dan terorisme di lingkungan masyarakat masih menjadi salah satu pekerjaan berat bagi kepolisian. Polisi memiliki peran preventif dan represif untuk menyelesaikan tersebut.

Untuk memaksimalkan fungsi pembinaan di masyarakat, nantinya ada metode jemput bola atau sistem door to door yang bakal dijalankan untuk mencegah masalah keamanan di masyarakat.

Nantinya kepolisian akan memiliki aplikasi yang mengontrol kerja aparat keamanan di lingkungan masyarakat. “Kalau mereka tidak melakukan fungsi mereka risikonya tidak bisa naik pangkat,” ujar dia.

Ahli Sejarah sekaligus Pemimpin Redaksi Majalah Historis, Bonnie Triyana, mengatakan, nasionalisme di Indonesia sudah ada sejak 1928. Sumpah pemuda ada karena saat itu semua masyarakat memiliki visi yang sama.

“Dulu kan orang Jawa ya orang Jawa. Orang daerah Manado ya Manado. Sekarang kami bisa bersatu, bercampur, dan beradaptasi dengan semua daerah. Hal ii  tidak boleh dihilangkan sampai kapanpun. Nasionalisme harus selalu ada di dalan diri masyarakat,” kata dia.

Pedoman yang harus diepgang sampai sekarang adalah pancasila. Di dalam pancasila terdapat nilai-nilai kehidupan yang harus diterapkan sampai kapanpun dan dimanapun. Jangan sampai luntur nasionalisme Indonesia karena sesuatu yang tidak penting.

Tantangan kedepan akan lebih berat lagi karena sekarang dunia lebih terbuka. Artinya dunia digital semakin berkembang. Sehingga semua orang bisa mengakses informasi pribadi orang lain. Hal ini harus diwaspadai oleh masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement