Selasa 29 Oct 2019 06:54 WIB

Detik-Detik Kematian Baghdadi, Sang Pemimpin ISIS

Kematian Abu bakar al-Baghdadi muncul lagi dan menjadi kematian kesekian kalinya.

Abu Bakar al-Baghdadi
Abu Bakar al-Baghdadi

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Dwina Agustin

Abu Bakar al-Baghdadi tidak memiliki pilihan lain untuk melarikan diri. Ia terpojok di terowongan buntu dengan pasukan militer Amerika Serikat (AS) yang terus mendekat. Dalam gelap, lolongan anjing terdengar. Ia akhirnya memutuskan meledakkan diri dengan membawa ketiga anaknya.

Proses kematian pemimpin Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ini menjadi perbincangan hangat sejak Ahad (27/10). Dia telah dinyatakan meninggal dunia dengan meledakkan rompi yang dipakainya ketika mendapatkan serangan dari militer AS.

Namun, para pemimpin organisasi terorisme macam Baghdadi ini terlalu sering dikabarkan tewas terbunuh dalam operasi rahasia. Baru kemudian mereka muncul lagi di televisi maupun siaran radio untuk menegaskan dirinya masih ada dan siap membalas serangan.

Sejauh ini belum konfirmasi dari internal ISIS terkait tewasnya Baghdadi tersebut. Bahkan, militer Rusia pun meragukan klaim AS dan Trump soal Baghdadi ini. Lain hal dengan saat tewasnya Usamah bin Laden, yang dalam beberapa hari kemudian dibalas dengan pernyataan bahwa Alqaidah sudah menunjuk pimpinan baru di bawah Ayman Alzawahiri.

Seperti dilansir the Guardian, Ahad (27/10), setelah bertahun-tahun melakukan pencarian, militer AS menemukan Baghdadi di sebuah dusun terpencil di barat laut Suriah. Untuk melakukan penyergapan, dikerahkan delapan helikopter dengan membawa pasukan khusus.

Setelah Baghdadi meledakkan diri, spesialis forensik membawa sampel DNA-nya. Tim ini membandingkan sampel yang telah dimiliki dengan bagian yang tersisa dari ledakan di bawah tanah itu. Beberapa tentara mengamankan bagian tubuh Baghdadi dalam kantong tertutup.

Tepat sebelum jam 03.30 waktu Suriah, armada helikopter berangkat untuk perjalanan kembali ke Erbil dengan menempuh penerbangan selama 70 menit di atas tanah tandus Suriah.

Wilayah itu sempat dikuasai oleh organisasi yang dipimpin Baghdadi selama lebih dari enam tahun. Pasukan pun menyeberang sebentar ke Turki, lalu ke timur laut Suriah, kemudian bergerak ke Kurdi di utara Irak.

Menurut Presiden AS Donald Trump, penyergapan terhadap Baghdadi merupakan capaian luar biasa. Maklum, Baghdadi amat sulit ditangkap, bahkan di tengah teknologi terkini yang dimiliki agen-agen intelijen dunia. Keberadaannya dapat terbongkar justru dari cara kuno dan sederhana, yaitu bocoran dari seseorang.

Para pejabat Irak mengatakan, pada pertengahan September mereka mengidentifikasi seorang lelaki Suriah diduga menyelundupkan istri dari dua saudara laki-laki Baghdadi, yakni Ahmad dan Jumah ke provinsi Idlib melalui Turki. Penyelundup yang sama sebelumnya telah membantu memindahkan anak-anak Baghdadi dari Irak.

Perwira intelijen Irak mengatakan, mereka dapat menarik informasi dari seorang pria, istri Baghdadi, dan salah seorang keponakan laki-laki Baghdadi. Mereka diminta memberikan informasi tentang rute yang dia gunakan dan tujuan orang-orang yang bepergian bersamanya. Hasil dari pernyataan itu lalu diserahkan ke Badan Intelijen Pusat (CIA).

Pada pertengahan Oktober, rencana menangkap atau membunuh Baghdadi telah matang. Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O'Brien mengungkapkan, operasi itu diberi nama "Kayla Mueller". Nama tersebut digunakan untuk menghormati pekerja bantuan Arizona yang diperbudak oleh Baghdadi dan meninggal di Raqqa.

Pejabat Irak mengatakan, mereka memberikan informasi secara langsung yang terus diperbarui ke Washington ketika Baghdadi bergerak di Idlib. Dengan rasa paranoid, ditambah luka perang dan terserang diabetes, pria 48 tahun itu tetap mencoba untuk berpindah-pindah lokasi.

Badan Intelijen Nasional Irak menyatakan, Baghdadi telah melakukan hal itu sepanjang hidupnya. Ia terus melarikan diri, bergeser antara Suriah timur dan Irak barat sebelum menetap di wilayah kecil Provinsi Idlib.

Pada awal pekan lalu, para pejabat AS dan Irak semakin yakin Baghdadi benar-benar berada di Provinsi Idlib, bergerak di antara rumah-rumah di sebuah dusun bernama Barisha, tidak jauh dari perbatasan Turki. Pada titik ini, jangkauan kemampuan teknis Washington mengambil alih, menetapkan dengan siapa dia dan di mana tempat tinggalnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement